Kebebasan beragama merupakan salah satu hak dasar yang dimiliki oleh
setiap manusia di dunia dalam rangka mencari Tuhannya. Kebebasan beragama ini
memiliki empat aspek, yaitu (a) kebebasan nurani (freedom of conscience), (b)
kebebasan mengekspresikan keyakinan agama (freedom of religious expression),
(c) kebebasan melakukan perkumpulan keagamaan (freedom of religious
association), dan (d) Kebebasan melembagakan keyakinan keagamaan (freedom of
religious institution)
Kebebasan dan toleransi merupakan dua hal yang sering kali
dipertentangkan dalam kehidupan manusia, secara khusus dalam komunitas yang
beragam. Persoalan tersebut menjadi lebih pelik ketika dibicarakan dalam
wilayah agama.
Kebebasan beragama dianggap sebagai sesuatu yang menghambat kerukunan
(tidak adanya toleransi), karena dalam pelaksanaan kebebasan, mustahil
seseorang tidak menyentuh kenyamanan orang lain. Akibatnya, pelaksanaan
kebebasan menghambat jalannya kerukunan antarumat beragama.
Demikian juga sebaliknya upaya untuk merukunkan umat beragam agama dengan
menekankan toleransi sering kali dicurigai sebagai usaha untuk membatasi hak
kebebasan orang lain. Toleransi dianggap sebagai alat pasung kebebasan
beragama.
Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya
kerukunan antarumat beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada
kerukunan antarumat beragama.
Demikian juga sebaliknya, toleransi antarumat beragama adalah cara agar
kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Keduanya tidak dapat
diabaikan. Namun yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya,
yaitu penekanan kebebasan yang mengabaikan toleransi, dan usaha untuk
merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan. Untuk
dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman yang benar mengenai kebebasan bergama dan toleransi
antarumat beragama merupakan sesuatu yang penting.
Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak yang melekat pada
manusia karena ia adalah manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh
Tuhan, tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya. Negara pun tidak berhak
merampas hak tersebut dari setiap individu. Pengakuan hak kebebasan beragama
yang melekat dalam setiap individu tersebut dinyatakan dengan gamblang dalam
deklarasi universal HAM Pasal 1 dan 18.
Toleransi yang berasal dari kata “toleran” itu sendiri berarti bersifat
atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian
(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan
atau yang bertentangan dengan pendiriannya. Selanjutnya, kata “toleransi” juga
berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan
(Kamus Umum Bahasa Indonesia).
Jadi, dalam hubungannya dengan agama dan kepercayaan, toleransi berarti
menghargai, membiarkan, membolehkan kepercayaan, agama yang berbeda itu tetap
ada, walaupun berbeda dengan agama dan kepercayaan seseorang. Toleransi tidak
berarti bahwa seseorang harus melepaskan kepercayaannya atau ajaran agamanya
karena berbeda dengan yang lain, tetapi mengizinkan perbedaan itu tetap ada.
Toleransi menjadi jalan terciptanya kebebasan beragama, apabila kata
tersebut diterapkan pada orang pertama kepada orang kedua, ketiga dan
seterusnya. Artinya, pada waktu seseorang ingin menggunakan hak kebebasannya,
ia harus terlebih dulu bertanya pada diri sendiri, “Apakah saya telah
melaksanakan kewajiban untuk menghormati kebebasan orang lain?” Dengan
demikian, setiap orang akan melaksanakan kebebasannya dengan bertanggung jawab.
Agama-agama akan semakin moderat jika mampu mempersandingkan kebebasan dan
toleransi. Kebebasan merupakan hak setiap individu dan kelompok yang harus dijaga
dan dihormati, sedang toleransi adalah kewajiban agama-agama dalam hidup
bersama.
Sikap agama yang lebih moderat, tidak hanya dituntut ada dalam agama
Islam, tetapi pada semua agama yang ada di Indonesia. Agama-agama harus
menyadari bahwa dunia semakin heterogen. Jadi tidak mungkin lagi untuk
memimpikan kehidupan beragama yang homogen. Diskriminasi yang dialami oleh
agama-agama tidak perlu menimbulkan semangat balas dendam, karena biasanya
diskriminasi agama tidak berasal dari agama itu sendiri, melainkan dipengaruhi
faktor lain.
Agama dalam pelaksanaan misinya tidak boleh lagi bersikap tidak peduli
dengan agama-agama lain. Kemajauan suatu agama tidak boleh membunuh kehidupan
agama-agama yang ada di Indonesi
Toleransi dan kerukunan hidup umat beragam antara Islam dan non Islam,
telah diperaktekan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya, pada waktu itu
rasulullah memimpin negara Madinah, beliau sebagai kepala negara dari komunitas
negaranya, terdiri atas penganut Islam, Yahudi dan Nasroni beliau memimpin masyarkat
majemuk.
Dengan shahifah (piagam madinah) sebagai konstitusinya yang oleh
sementara pengamat disebut sebagai the first written constitution in the
world. Piagam madinah memuat pokok-pokok kesepakatan.
(1) Semua umat Islam, walaupun berasal dari banyak
suku merupakan satu komunitas
(2) Hubungan antara komunitas Islam dengan non Islam
didasarkan atas prinsip-prinsip bertetangga baik. Saling membantu dan saling
menghadapi musuh bersama. Membela mereka yang teraniyaya saling menasehati,
menghormati, kebebasan beragama, kedua ke Abbesinin (Ethiopia) ketiga perlakuan
adil terhadap non nISlam di pengadilan pada waktu dia berhadapn dengan Ali bin
Abi Tholib (kepala negara waktu itu) dan Ali bin Abi Thalib di kalahkan.
Keempat kerukunan hidup umat beragama pernah di peraktekan oleh ISLam, Yahudi
dan Nasrani di Spanyol, sebagaimana di ungkapkan oleh Nurcholis Majid (1994:36)
mengutip ungkapan Max Dimont bahwa selama 500 tahun dibawah pemerintahan Islam
membuat Spanyol untuk tiga agama dan satu tempat tidur Islam, Kristen dan
Yahudi hidup rukun bersama-sama menyertai perbedaan yang genting.
PEMBAHASAN
Istilah “Hukum
Islam” merupakan istilah khas Indonesia yang agaknya diterjemahkan secara
harfiah dari term Islamic Law dari literatur Barat. adapun defenisi dari hukum
Islam itu sendiri setidaknya ada dua pendapat yang berbeda di kalangan ulama
dan ahli hukum Islam di Indonesia. Menurut Hasbi ash-Shiddieqy, hukum Islam
adalah “Koleksi daya upaya fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan
kebutuhan masyarakat”.
Sementara Amir
Syarifuddin memberikan penjelasan bahwa apabila kata hukum dihubungkan dengan
Islam, maka hukum Islam berarti “Seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah
dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini
berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.
Perbedaan kedua
defenisi di atas sesungguhnya dapat dipahami bahwa perbedaan itu terletak pada
cakupan yang dilingkupinya. Pendapat yang pertama membatasi pengertian hukum
Islam kepada makna fiqh, sedangkan pengertian yang kedua membatasi pada makna
Syari’ah atau hukum syara’
Menurut Ensiklopedia Hukum Islam, Hukum Islam adalah: “kaidah, asas prinsip
atau aturan yang digunakan untuk mengendalikan masyarakat Islam, baik berupa
al-Qur’an, Hadis Nabi saw, pendapat sahabat dan tabi’in, maupun pendapat yang
berkembang disuatu masa dalam kehidupan umat Islam”
Berdasarkan uraian
diatas, jelaslah kalau ada yang mengatakan hukum Islam itu tidak bisa berubah
dan tetap, maka yang dimaksudkan dengan kata hukum Islam adalah bermakna
syari’ah. Demikian juga, jika dikatakan hukum Islam itu bisa berubah dan dapat
dikonstektualisasikan sesuai dengan perkembangan dan perubahan zaman, maka itu
adalah hukum Islam yang bermakna fiqh, sebagai hasil ijitihad dan interpretasi
manusia terhadap ajaran syari’ah yang kebenarannya bersifat relatif.
Dalam hal ini ,
haruslah jelas batasan-batasan antara hukum Islam, syari’ah, dan figh, sehingga
tidak terjadi kesalahan dan kekacauan presepsi baik pada kalangan ulama dan
lingkungan pendidikan maupun pada masyarakat awam. dengan demikian tidak
terjadi kerancauan pemahaman dan pengamalan dalam beragama.
Seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan Hukum Islam, maka ada beberapa alasan yang
menyebabkan hukum Islam tetap eksis, dan dipertahankan dalam belantara hukum di
Indonesia:
1.Alasan sejarah, hal ini dapat kita lihat
pada perkembangan. Teori receptio in complexu;Teori receptie; Teori Teori
receptio exit; Teori receptio a contrario; dan Teorieksistensi.
2.Alasan penduduk, penduduk Indonesia sekitar
88 persen beragama Islam, haruslah menjadi bahan pertimbangan dan salah satu
acuan bagi pembuatan hukum yang berlaku di Indonesia.
3.Alasan yuridis, Hukum Islam di Indonesia
berlaku
a.secara normatif, dimana hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti
pelaksanaan ibadah salat, puasa, zakat, dan haji. dan
b.formal yuridis. Adalah bagian hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan manusia
lainnya dan benda dalam masyarakat. Dalam hal ini hukum Islam telah menjadi
hukum positif berdasarkan undang-undang yang dikeluarkan pemerintah.
4.Alasan konstitusional.
Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 memberikan kedudukan penting bagi agama. Hal ini membuka peluang
bagi pengembangan hukum yang bersumber dari agama. terutama sila pertama Pancasila
dan UUD 1945
5.Alasan ilmiah.
Hukum Islam sebagai ilmu,
sudah lama menjadi kajian ilmiah baik dari orang-orang Islam sendiri maupun
dari orang-orang non muslim.
Dengan demikian di Indonesia
khusus dalam bidang hukum terdapat rasa optimisme dikalangan pakar hukum, bahwa
dimasa yang akan datang hukum Islam akan mendominasi hukum Nasiolnal.
Baharuddin Lopa misalnya, menyatakan bahwa peradilan di Indonesia dimasa depan
akan banyak berdasarkan ajaran-ajaran Islam.
Pernyataan ini perlu segera
kita kritisi lebih jauh, yakni dengan melihat secara obyektif keberadaan hukum
Islam dewasa ini, dimana letak kekuatannya dan, sejauh mana peluang dan setelah
itu prospek hukum Islam secara lebih akurat bisa digambarkan.
Perjalanan Hukum Islam Di
Indonesia
Ada
beberapa hal yang menjadi kekuatan hukum Islam antara lain:
a.Karakter hukum Islam yang universal dan fleksibel serta memiliki dinamika
yang sangat tinggi, karena ia memiliki dua dimensi, tsubut (konsistensi) dan
tatawwur (transformasi) yang memungkunkan hukum Islam selalu relevan dengan
perubahan spesial dan temporal yang selalu terjadi.
b.Sebagai hukum yang bersumber pada agama, hukum Islam memiliki daya ikat
yang kuat, tidak terbatas sebagai aturan yang berdimensi profanhumanistik, akan
tetapi juga berdimensi trasdental
c.Hukum Islam didukung oleh mayoritas pendudduk Indonesia yang beragama Islam
d.Secara historis dan sosiologis hukum Islam telah mengakar dalam praktek
kehidupan masyarakat.
Setelah lahirnya Undang-Undang yang berhubungan
erat dengan nasib legislasi hukum Islam, kemudian lahir beberapa kebijakan yang
mengarah kearah tersebut yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, sebuah lembaga peradilan yang khusus diperuntukkan bagi umat
Islam. Hal ini mempunyai nilai strategis, sebab keberadaannya telah membuka kran
lahirnya peraturan-peraturan baru sebagai pendukung (subtansi hukumnya).
b. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 yang
berisi tentang sosialisasi Kompilasi Hukum Islam (KHI). Terlepas dari pro dan
kontra keberadaan KHI nantinya diproyeksikan sebagai Undang-Undang resmi negara
(hukum materiil) yang digunakan di lingkungan Pengadilan Agama sebagai hukum
terapan. Perkembangan terakhir, sebagai tuntutan reformasi di bidang hukum
khususnya lembaga peradilan dimulai dengan
c. Diamandemennya Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman oleh Undang-Undang Nomor 35
Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 yang kini
kembali direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama juga mengikuti jejak, yakni diamandemen dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama.
Untuk lebih jelas melihat bagaiana keberadaan hukumislam
di Indonesia, berikut akan diuraikan tentang teroi-teori yag berkaitan dengan
keberadaan dan peberlakuan hokum islam di Indonesia:
a.Teori
receptio In Complexu
Terori receptie
in Copmlexuyaitu Bagi tiap penduduk berlaku hukum agamanya
masing-masing. Dikemukakan oleh Lodewijke
Willwm Christian van den Berg pada tahun 1884 menulis buku dengan nama Muhammadagch
recht (Asas-Asas Hukum Islam) Menunjukkan bahwa setiap hukum yang bukan dari hukum
Islam dapat diberlakukan apabila sesuai dengan hukum Islam. Seperti halnya
dalam kaidah fikih disebutkan bahwa adat yang berulang-berulang dilakukakan
yang tidak bertentangan dengan hukum Islam dijadikan sebagai hukum (al adat
al muhkamat). Teori ini digunakan untuk mengukur seberapa besar norma-norma
hukum ekonomi konvensiaonal dapat diredupsi sebagai norma hukum Islam.
b.Teori Receptie,
Teori receptiei dikemukakan oleh Chritian Snouck
Hoergronje sebagai bantahan atas teori receptie in Complexu.Hukum
islam tidak otomatis berlaku bagi orang islam. Hukum islam berlaku bagi orang
islam kalau ia sudah diterima atau telah menjadi hukum adat mereka
Menurut penganut
teori recptie bahwa hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat.
Di dalam hukum adat sedikit terdapat pengaruh hukum Islam, dan pengaruh hukum
Islam itu, baru mempunyai kekuatan kalu sudah diterima oleh hukum adat dan dia
lahirlah sebagai hukum adat dan bukan sebagai hukum Islam. Teori ini bertolak
dari teori positivis, digunakan untuk mengukur seberap besar animo masyararakat
yang menggunakan sistem ekonomi syariah menyelesaikan sengketanya melalu jalur
Pengadilan Agama.
Dua teori diatas
berlaku sebelum indonesia
merdek, dan tiga teori terakhir muncul setelah iindonesia merdeka
c.Teori Receptie Exit
Pemahamanny adalah Pemberlakuan huku islam
tidak harus didasarkn ato ada tergantungn pada hokumadat.Penegasan UU No.1/1974 yg memberlakukn
hk islam bg org islam
d.TeoriReceptio A Coontrario
Hukum adat baru berlaku kalau tidak
bertentangan dengan hukum islam.
e.Teori Eksistensi
Keberadan hukum islam dalam tata hukum nasional
merupakn suatu kenyataan yang tidak dapat dibantahkn. Bahkan hukum islam
merupakan bahan utama hukum nasional
Awal munculnya ide tentang integrasi keilmuan dilatarbelakangi oleh adanyadualisme atau dikhotomi keilmuan antara ilmu-ilmu umum di satu sisi dengan ilmu-ilmuagama di sisi lain. Dikhotomi ilmu yang salah satunya terlihat dalam dikhotomiinstitusipendidikanantara pendidikan umum dan pendidikan agamatelahberlangsung semenjak bangsa ini mengenal sistem pendidikan modern. Dikhotomikeilmuan Islam tersebut berimplikasi luas terhadap aspek-aspek kependidikan dilingkungan umat Islam, baik yang menyangkut cara pandang umat terhadap ilmu danpendidikan, kelembagaan pendidikan, kurikulum pendidikan, maupun psikologi umatpada umumnya.
Berkenaan dengan cara pandang umat Islam terhadap ilmu dan pendidikan, dikalangan masyarakat Islam berkembang suatu kepercayaan bahwa hanya ilmu-ilmuagama Islam-lah yang pantas dan layak dikaji atau dipelajari oleh umat Islam, terutamaanak-anak dan generasi mudanya. Sementara ilmu-ilmu sekuler dipandang sebagaisesuatu yang bukan bagian dari ilmu-ilmu yang layak dan patut dipelajari. Cara pandangdengan menggunakan perspektif oposisi biner terhadap ilmu secara ontologis ini,kemudian berimplikasi juga terhadap cara pandang sebagian umat Islam terhadappendidikan. Sebagian umat Islam hanya memandang lembaga-lembaga pendidikan yangberlabel Islam yang akan mampu mengantarkan anak-anak dan generasi mudanyamencapai cita menjadi Muslim yang sejati demi mencapai kebahagiaan di dunia dan diakhirat. Sementara itu, lembaga-lembaga pendidikan "umum" dipandang sebagailembaga pendidikan sekuler yang tidak kondusif mengantarkan anak-anak dan generasimuda Islam menjadi Muslim sejati yang diidolakan orang tua. Kontras dengan carapandang di atas adalah pandangan yang juga dimiliki oleh sebagian umat Islam. Merekalebih cenderung memilih lembaga-lembaga pendidikan umum dengan pertimbanganjaminan mutu serta jaminan pekerjaan yang bakal dipoeroleh setelah lulus. Bagi merekaini, lembaga pendidikan yang berlabel Islam cenderung dipandang sebagai tradisional,ketinggalan zaman, dan oleh karena itu mutu dan kesempatan kerja setelah lulus tidakterjamin.
Realitas cara pandang umat Islam terhadap ilmu dan pendidikan itu, kemudianberimplikasi kepada respon para pengambil kebijakan pendidikan (baca: Pemerintah)yang menetapkan adanya dua versi lembaga pendidikan, yakni pendidikan umum danpendidikan agama, yang dalam implementasinya seringkali menimbulkan perlakukandiskriminatif. Bukti dari perlakuan diskriminatif pemerintah terhadap lembaga-lembagapendidikan umum di satu sisi dengan pendidikan keagamaan di sisi lain, adalah padakebijakan dua kementrian/departeman, di mana Departemen Pendidikan Nasionalmengurusi lembaga-lembaga pendidikan umum dengan berbagai fasilitas dan dana yangrelatif "melimpah", sementara Departemen Agama mengelola lembaga-lembagapendidikan keagamaan dengan fasilitas dan pendanaan yang "amat terbatas".Keterbatasan dana, fasilitas, sarana dan prasarana yang dimiliki oleh kebanyakanlembaga pendidikan di bawah Departemen Agama tersebut tentu berpengaruh terhadapkinerja dan kualitas pendidikan di banyak Madrasah dan lembaga pendidikansejenisnya. Akibatnya, pengelolaan Madrasah tidak dapat optimal dan seringkalimenyebabkan mutu lulusan Madrasah kurang mampu bersaing dengan lembaga-lembagasetingkat yang berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional.
Dampak lain yang tidak kalah seriusnya dari dikhotomi keilmuan antara ilmuilmuagama Islam di satu sisi dengan ilmu-ilmu di sisi lain adalah terhadap kerangkafilsafat keilmuan Islam. Kendati dikhotomi keilmuan Islam telah terjadi semenjakbeberapa abad yang lampau, namun dampaknya terhadap kerangka filsafat keilmuanIslam dirasakan semakin serius pada masa-masa kemudian. Salah satu kerangkakeilmuan Islam yang kurang "lazim" bila dibandingkan dengan kerangka filsafatkeilmuan "sekuler" adalah kurang dikenalnya konsep paradigma, normal science,anomali, dan revolusi sains, yang selama ini "mengatur" perkembangan danpertumbuhan sains modern. Kerangka keilmuan Islam justru dihinggapi romantisimeyang menjadikan masa lalu justru sebagai kerangka utama walau bukan satu-satunyapola berpikir umat Islam. Romantisisme dalam arti yang sederhana memang diperlukan,terutama untuk menghindari terjadinya proses pencabutan pemikiran kontemporerdengan sejarah keilmuan masa lampau. Tetapi apabila romantisisme mendominasikerangka berpikir keilmuan umat Islam, maka dinamika dan revolusi keilmuan Islamtidak akan pernah terwujud.
Implikasi lain dari dikhotomi keilmuan terhadap kerangka filsafat keilmuanIslam adalah berkembangnya pemikiran yang mempertentangkan secara diametralantara rasio dan wahyu serta antara ayat-ayat qauliyah dengan ayat-ayat kauniyah. Dikalangan umat Islam berkembang pemikiran bahwa wahyu adalah sumber utama ilmusembari mendiskriminasikan fungsi dan peran rasio sebagai sumber ilmu. Di kalanganumat Islam juga berkembang suatu kesadaran untuk menjadikan ayat-ayat qauliyahsebagai objek kajian pokok, tetapi mengabaikan ayat-ayat kauniyah yang justrumenyimpan begitu banyak misteri dan mengandung khazanah keilmuan yang kaya.Menyadari bahwa dampak dualisme atau dikhotomi keilmuan Islam telah begitubesar,para pemikir Muslim mulai menggagas konsep integrasi keilmuan Islam, yangmencobamembangun suatu keterpaduan kerangka keilmuan Islam, dan berusahamenghilangkandikhotomi ilmu-ilmu agama di satu pihak dengan ilmu-ilmu umum dipihak lain.
BAB II SEJARAH DAN MACAM INTEGRASI KEILMUAN
Model Akademi Sains Islam Malaysia (ASASI)
Model yang dikembangkan oleh Akademi Sains Islam Malaysia (ASASI)muncul pertama kali pada Mei 1977 dan merupakan satu usaha yang penting dalamkegiatan integrasi keilmuan Islam di Malaysia karena untuk pertama kalinya, parailmuwan Muslim di Malaysia bergabung untukmenghidupkan tradisikeilmuan yangberdasarkan pada ajaran Kitab suci al-Qur’an. Tradisi keilmuan yangdikembangkan melalui model ASASI ini berpandangan bahwa ilmu tidak terpisah dariprinsip-prinsip Islam. Model ASASI ingin mendukung dan mendorong pelibatan nilai-nilaidan ajaranIslam dalam kegiatan penelitian ilmiah; menggalakkan kajiankeilmuan di kalangan masyarakat; dan menjadikan Alquran sebagai sumber inspirasidan petunjuk serta rujukan dalam kegiatan-kegiatan keilmuan. ASASI mendukungcita-cita untuk mengembalikan bahasa Arab, selaku bahasa Alquran, kepadakedudukannya yang hak dan asli sebagai bahasa ilmu bagi seluruh Dunia Islam, danberusaha menyatukan ilmuwan-ilmuwan Muslim ke arah memajukan masyarakatIslam dalam bidang sains dan teknologi.
Model Integrasi Keilmuan Berbasis Tasawuf
Pemikir yang terkenal sebagai penggagas integrasi keilmuan Islam yangdianggap bertitik tolak dari tasawwuf ialah Syed Muhammad Naquib al-Attas, yangkemudian ia istilahkan dengan konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Islamization ofKnowledge). Gagasan ini pertama kali muncul pada saat konferendi Makkah, di manapada saat itu, Al-Attas mengimbau dan menjelaskan gagasan "Islamisasi IlmuPengetahuan". Identifikasinya yang meyakinkan dan sistematis mengenai krisisepistemologi umat Islam sekaligus formulasi jawabannya dalam bentuk Islamisasiilmu pengetahuan masa kini yang secara filosofis berkaitan, benar-benar merupakanprestasi inovatif dalam pemikiran Islam modern. Formulasi awal dan sistematis inimerupakan bagian integral dan konsepsinya mengenai pendidikan dan universitasIslam serta kandungan dan metode umumnya. Karena kebaruan ide-ide yangdipresentasikan dalam kertas kerjanya di Makkah, tema-tema gagasan ini diulaskembali dan dijelaskan panjang lebar pada Konferensi Dunia yang Kedua mengenaiPendidikan Umat Islam pada 1980 di Islamabad. Dalam karya-karyanya, dia mencobamenghubungkan deislamisasi dengan westernisasi, meskipun tidak secarakeseluruhan. Dari situ, diakemudian menghubungkan program Islamisasi ilmupengetahuan masa kini dengan dewesternisasi. Predikat ilmu masa kini" sengajadigunakan sebab ilmu pengetahuan yang diperoleh umat Islam yang berasal darikebudayaan dan peradaban pada masa lalu, seperti Yunani dan India, telah diislamkan.Gagasan awal dan saran-saran yang konkret ini, tak pelak lagi, mengundang berbagaireaksi dan salah satunya dari almarhum Isma'il Al-Faruqi dengan agenda IslamisasiIlmu Pengetahuannya.
Model Integrasi Keilmuan Berbasis Fiqh
Model ini digagas oleh Al-marhum Ismail Raji al-Faruqi. Pada tahun 1982 iamenulis sebuah buku berjudul Islamization of Knowledge: General Principles and WorkPlan diterbitkan oleh International Institute of Islamic Thought, Washinton. MenjadikanAl-Faruqi sebagai penggagas model integrasi keilmuan berbasis fiqh memang tidakmudah, lebih-lebih karena ia termasuk pemikir Muslim pertama yang mencetuskangagasan perlunya Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Masalahnya pemikiran integrasikeilmuan Islam Al-Faruqi tidak berakar pada tradisi sains Islam yang pernahdikembangkan oleh Al-Biruni, Ibnu Sina, Al-Farabi dan lain, melainkan berangkat daripemikiran ulama fiqh dalam menjadikan Alquran dan Assunnah sebagai puncakkebenaran. Kaidah fiqh ialah kaedah penentuan hukum fiqh dalam ibadah yangdirumuskan oleh para ahli fiqh Islam melalui deduksi Alquran dan keseluruhan korpusal-Hadith. Pendekatan ini sama sekali tidak menggunakan warisan sains Islam yangdipelopori oleh Ibn Sina, al-Biruni dan sebagainya. Bagi al-Faruqi, “sains Islam” sepertiitu tidak Islami karena tidak bersumber dari teks Alquran dan Hadis.
Model IFIAS
Model integrasi keilmuan IFIAS (International Federation of Institutes ofAdvance Study) muncul pertama kali dalam sebuah seminar tentang "Knowledge andValues", yang diselenggarakan di Stickholm pada September 1984. Model yangdihasilkan dalam seminar itu dirumuskan dalam gambar sekama berikut ini:
Gambar 1: Model Integrasi Keilmuan IFIAS
Sumber: Ibid, hal. 71
Skema di atas kurang lebih dapat dijelaskan sebagai berikut:
Iman kepada Sang Pencipta membuat ilmuwan Muslim lebih sadar akan segalaaktivitasnya. Mereka bertanggungjawab atas perilakunya dengan menempatkan akal dibawah otoritas Tuhan. Karena itu, dalam Islam, tidak ada pemisahan antara sarana dantujuan sains. Keduanya tunduk pada tolok ukur etika dan nilai keimanan. Ia harusmengikuti prinsip bahwa sebagai ilmuwan yang harus mempertanggungjawabkanseluruh aktivitasnya pada Tuhan, maka ia harus menunaikan fungsi sosial sains untukmelayani masyarakat, dan dalam waktu yang bersamaan melindungi dan meningkatkaninstitusi etika dan moralnya. Dengan demikian, pendekatan Islam pada sains dibangundiatas landasan moral dan etika yang absolut dengan sebuah bangunan yang dinamisberdiridi atasnya. Akal dan objektivitas dianjurkan dalam rangka menggali ilmupengetahuanilmiah, di samping menempatkan upaya intelektual dalam batas-batas etika dan nilai-nilaiIslam.
Anjuran nilai-nilai Islam abadi seperti khilafala, ibadah, dan adl adalah aspeksubjektif sains Islam. Emosi, penyimpangan, dan prasangka manusia harus disingkirkanmenuju jalan tujuan mulia tersebut melalui penelitian ilmiah. Objektivitas lembaga sainsitu berperan melalui metode dan prosedur penelitian yang dimanfaatkan gunamendorongformulasi bebas, pengujian dan analisis hipotesis, modifikasi, dan pengujian kembaliteori-teori itu jika mungkin.
Karena sains menggambarkan dan rnenjabarkan aspek realitas yang sangatterbatas, ia dipergunakan untuk mengingatkan kita akan keterbatasan dan kelemahankapasitas manusia. Alquran juga mengingatkan kita agar sadar pada keterbatasan kitasebelum terpesona oleh keberhasilan penemuan-penemuan sains dan hasil-hasilpenelitianilmiah.
Model Islamic Worldview
Model ini berangkat dari pandangan bahwa pandangan dunia Islam (Islamicworldview) merupakan dasar bagi epistemoligi keilmuan Islam secara menyeluruh danintegral. Dua pemikir Muslim yang secara intens menggagas dan mengembangkanmodel ini adalah Alparslan Acikgenc, Guru Besar Filsafat pada Fatih University,Istanbul Turki. Ia mengembangkan empat pandangan dunia Islam sebagai kerangkakomprehensif keilmuan Islam, yaitu: (1) iman sebagai dasar struktur dunia (worldstructure, îmân); (2) ilmu sebagai struktur pengetahuan (knowledge structure, al-'ilm);(3) fikih sebagai struktur nilai (value structure, al-fiqh); dan (4) kekhalifahan sebagaistruktur manusia (human structure, khalîfah).
Model Struktur Pengetahuan Islam
Model Struktur Pengetahuan Islam (SPI) banyak dibahas dalam berbagaitulisanOsman Bakar, Professor of Philosophy of Science pada University of Malaya.Dalam mengembangkan model ini, Osman Bakar berangkat dari kenyataan bahwailmu secara sistematik telah diorganisasikan dalam berbagai disiplin akademik. BagiOsman Bakar, membangun SPI sebagai bagian dari upaya mengembangkan hubunganyang komprehensif antara ilmu dan agama, hanya mungkin dilakukan jika umat Islammengakui kenyataan bahwa pengetahuan (knowledge) secara sistematik telahdiorganisasikan dan dibagi ke dalam sejumlah disiplin akademik.
Model Bucaillisme
Model ini menggunakan nama salah seorang ahli medis Perancis,Maurice.Bucaille, yang pernah menggegerkan dunia Islam ketika menulis suatu bukuyang berjudul "La Bible, le Coran et la Science”, yang juga telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Model ini bertujuan mencari kesesuaian penemuan ilmiahdengan ayat Alquran. Model ini banyak mendapat kritik, lantaran penemuan ilmiahtidak dapat dijamin tidak akan mengalami perubahan di masa depan. MenganggapAlquran sesuai dengan sesuatu yang masih bisa berubah berarti menganggap Alquranjuga bisa berubah. Model ini di kalangan ilmuwan Muslim Malaysia biasa disebutdengan "Model Remeh" karena sama sekali tidak mengindahkan sifat kenisbian dankefanaan penemuan dan teori sains Barat dibanding dengan sifat mutlak dan abadiAlquran. Penemuan dan teori sains Barat berubah-ubah mengikut perubahan paradigma,contohnya dari paradigma klasik Newton yang kemudian berubah menjadi paradigmaquantum Planck dan kenisbian Einstein. Model ini mendapat kritik tajam karena,apabila Ayat Alquran dinyatakan sebagai bukti kebenaran suatu teori dan teori tersebutmengalami perubahan, maka kewibawaan Alquran akan rusak karena membuktikanteori yang salah mengikuti paradigma baru ini.
Model Integrasi Keilmuan Berbasis Filsafat Klasik
Model Integrasi Keilmuan Berbasis Filsafat Klasik berusaha menggali warisanfilsafat Islam klasik. Salah seorang sarjana yang berpengaruh dalam gagasan model iniadalah Seyyed Hossein Nasr. Menurut Seyyed Hossein Nasr pemikir Muslim klasikberusaha memasukkan Tawhîd ke dalam skema teori mereka. Prinsip Tawhîd, yaituKesatuan Tuhan dijadikan sebagai prinsip kesatuan alam tabi'i (thabî’ah). Parapendukung model ini juga yakin bahwa alam tabi'i hanyalah merupakan tanda atau ayatbagi adanya wujud dan kebenaran yang mutlak. Hanya Allah-lah Kebenaransebenar-benarnya,dan alam tabi'i ini hanyalah merupakan wilayah kebenaran terbawah. BagiSeyyed Hossein Nasr, ilmuwan Islam moden hendaklah mengimbangi dua pandangantanzîh dan tasybîh untuk mencapai tujuan integrasi keilmuan ke-Islaman.
Model Kelompok Ijmali (Ijmali Group)
Pendekatan Ijmali dipelopori oleh Ziauddin Sardar yang memimpin sebuahkelompok yang dinamainya Kumpulan Ijmali (Ijmali Group). Menurut Ziauddin Sardartujuan sains Islam bukan untuk mencari kebenaran akan tetapi melakukan penyelidikansains menurut kehendak masyarakat Muslim berdasarkan etos Islam yang digali dariAlquran. Sardar yakin bahwa sains adalah sarat nilai (value bounded) dan kegiatan sainslazim dijalankan dalam suasana pemikiran atau paradigma tertentu. Pandangan inimengikuti konsep paradigma ilmu Thomas Kuhn. Sardar juga menggunakan konsep‘adl dan zulm sebagai kriterium untuk menentukan bidang sains yang perlu dikaji dandilaksanakan. Walaupun Sardar yakin dengan pendekatan Kuhn yang bukan hanyamerujuk kepada sistem nilai saja, tetapi kebenaran sains itu sendiri, namun ia tidaklangsung membicarakan kebenaran teori sains Barat itu sendiri. Pandangan Sardar iniseakan-akan menerima semua penemuan sains Barat modern dan hanya prihatinterhadap sistem nilai atau etos yang mendasari sains tersebut. Dengan menggunakanbeberapa istilah dari Alquran seperti Tawhîd, ‘ibadah, khilafah, halal, haram, taqwa,‘ilm dan istislah. Hampir senada dengan al-Faruqi, konsep-konsep yang dikemukakanoleh Sardar tidak merujuk pada tradisi sains Islam klasik.Bagi Sardar sains adalah "is abasic problem-solving tool of any civilization" (perangkat pemecahan masalah utamasetiap peradaban).
Model Kelompok Aligargh (Aligargh Group)
Model ini dipelopori oleh Zaki Kirmani yang memimpin Kelompok AligarghUniversity, India. Model Kelompok Aligargh menyatakan bahwa sains Islamberkembang dalam suasana ‘ilm dan tasykir untuk menghasilkan gabungan ilmu danetika. Pendek kata, sains Islam adalah sekaligus sains dan etika. Zaki Kirmanimenetapkan model penelitian yang berdasarkan berdasarkan wahyu dan taqwa. Ia jugamengembangkan struktur sains Islam dengan menggunakan konsep paradigma ThomasKuhn. Kirmani kemudian menggagas makroparadigma mutlak, mikroparadigmamutlak, dan paradigma bayangan.
BAB III PENUTUP
Hasil survey terhadap literatur kontemporer ditemukan bahwa gagasan parapemikir Muslim kontemporer tentang upaya untuk memadukan ilmu-ilmu ke-Islam-andengan ilmu-ilmu "umum" dapat dikelompokkan ke dalam 10 model integrasi ilmuseperti yang telah dituliskan di atas.
Kendati begitu banyak model integrasi ilmu ke-Islam-an yang ditawarkan olehpara pemikir Muslim kontemporer, upaya membangun landasan pengembangankeilmuan Islam mesti berangkat dari pandangan dasar Islam tentang ilmu serta berbagaitantangan nyata yang dihadapi oleh umat Islam.
Sumber :
Thoyyar, Huzni. Survey Literatur terhadap Pemikiran Islam Kontemporer
Nordin, Sulaiman. (2000) Sains menurut Perspektif Islam. Dwi Rama.