Ilmu alam
adalah proses, tak ada satupun ilmuwan yang berani mengatakan teorinya adalah
mutlak benar. Sedang fisika sebagai pemimpin ilmu-ilmu alam lahir, tumbuh dan
berkembang dari revolusi demi revolusi. Suatu teori yang sudah diyakini
kebenarannya akan menghadapi perlawanan dan pemberontakan secara terus-menerus
dari teori-teori baru yang menawarkan kebenaran walau kadang sulit diterima
karena otak ilmuwan berbeda dengan otak orang kebanyakan. Selayaknya revolusi
dan pemberontakan apapun pasti akan menghadapi perlawanan dari kaum
konvensional yang ingin mempertahankan apa yang sudah ada atau dari orang yang
sudah mendapat keuntungan dari teori lama dengan tak kalah kuat dari
pemberontakan yang dilakukan. Siapa yang paling kuat mempertahankan pendapatnya
tentang kebenaran dialah pemenang, dalam dunia Fisika, hukum rimba berlaku
dikalangan ilmuwan.
Kadang
kemenangan yang diperoleh tidak selamanya karena teori tersebut adalah benar dan
objektif melainkan karena politik, kekuasaan bahkan yang mengatasnamakan agama.
Kita semua tahu apa yang dilakukan gereja terhadap Galileo Galilei yang juga
menimpa Ibnu Rusyd oleh kekhalifahan Abbasiyyah. Pertentangan Fisika tentang
kebenaran hukum alam setua umur manusia itu sendiri. Pertanyaan-pertanyaan
mengenai adaapa di atas langit ketika malam, apa itu cahaya, kenapa batu jatuh
kebawah bahkan dari mana alam ini berasal mampu melahirkan Fisika. Fisika lahir
dari rahim filsafat untuk berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas dan
ribuan pertanyaan lain yang muncul lebih banyak dari jawaban yang didapat
karena satu jawaban akan menghasilkan seribu jawaban dibelakangnya, tetapi
fisika mampu menemukan jati dirinya dan bercerai dengan filsafat dengan metode
ilmiahnya.
Buku ini mengajak kita memahami
revolusi demi revolusi dalam dunia fisika sejak masih menjadi bagian filsafat
yaitu pada masa aristoteles sampai fisika kuantum. Dengan sepuluh bab dan satu
epilog kita diajak memasuki labirin-labirin pergumulan dan perdebatan persoalan
fisika dengan tak perlu menyeritkan dahi karena buku ini sangat minim rumus
bahkan terkesan dihindari untuk menjelaskan hal-hal yang dirasa tidak perlu
atau terlalu sulit karena diharapkan pembaca buku ini bukan saja dari kalangan
pelajar atau mahasiswa yang mendalami fisika tetapi diharapkan pembaca awam dan
dari kalangan apapun dapat menikmati perjalanan panjang fisika dan buku ini
tidak melulu fisika dan fisika tetapi juga mencangkup filsafat, masyarakat,
estetika dan agama.
Sejarah dunia yang masih mampu
kita telusuri berawal dari perdebatan filosof yunani dilanjutkan mesopotamia,
india dan cina kemudian islam dan berkembang amat pesat masa renaisance di
eropa dan kini di seluruh dunia. Bangsa-bangsa yang besar adalah bangsa yang
masyarakatnya mau berfikir menggunakan akalnya apapun nanti hasilnya. Begitupun
fisika, ia hanya akan lahir, tumbuh dan berkembang untuk masyarakat yang tidak
menganggurkan akal. Dengan mengetahui suasana dan proses penemuan ilmu yang
trial and error maka diharapkan akan lahir ilmuwan-ilmuwan yang kreatif, itulah
semangat dibalik buku ini. Tujuan buku ini tidaklah untuk dihafal data-datanya
atau mengidolakan terhadap seorang ilmuwan.
Bumi ini dipahami sebagai pusat
dari semua alam semesta (geosentris) bahkan pusatnya adalah manusia itu sendiri
(antroposentris). Pendapat itu sudah diakui ribuan tahun bahkan dianggap
sebagai kepercayaan oleh gereja. Bahkan Pada abad ke-9 islam dengan teori
geosentrisnya menambahkan satu bola lagi diatas bintang-bintang atau diatas
langit tingkat ketujuh yaitu Arasy atau Primum Mobile. Tanpa menyebut nama
Allah, bola ini digambarkan sebagai Tangan (kekuasaan) Allah yang menggerakkan
segalanya. Memang fisika dan segala cabangnya dahulu sangat terkait dengan
agama atau kepercayaan sehingga kita tak perlu heran dengan adanya ilmu
astrologi yang diakui oleh hampir semua bangsa dan agama.
Pada tahun 1543 terbit buku De
Revolutionibus karya Copernicus yang merupakan tonggak awal revolusi demi
revolusi dalam dunia fisika karena mampu mendobrak kemapanan berfikir masa itu
bahkan ilmuwan-ilmuwan selanjutnya yang membawa estafet pemberontakan mengalami
keadaan yang sangat memilukan seperti Galileo Galilei. Sejak saat itu alam yang
dahulu penuh dengan keindahan dan mukjizat yang diterangkan filsafat dan agama
menjadi semakin mekanis dan dapat dijelaskan dengan persamaan-persamaan yang
sederhana. Pemberontakan itu membawa pengaruh bahwa kita dan bumi ini hanya
debu kecil di tepian galaksi Bima Sakti (Milky Way) dan tak punya kelebihan
yang mencolok, apalagi jika diliahat dari seluruh alam yang sampai saat ini belum
diketahui tepinya maka galaksi ini hanya sekumpulan bintang yang sangat kecil.
Hal inilah yang ditolak para filosof dan agamawan waktu itu bahkan sangat
mungkin sampai sekarang. Alam yang mekanis dan matematis semakin kokoh di
tangan Rene Descartes dengan fisafat mekanisnya dan puncaknya diduduki oleh
sang raja fisika klasik Sir Isaac Newton yang merumuskan bahwa alam ini terdiri
atas partikel, gerakan dan gaya.
Tapi bukanlah fisika jika tak ada
revolusi dan pemberontakan yang mengoreksi teori yang sudah mapan. Perdebatan
demi perdebatan diceritakan sangat mencengangkan dalam buku ini. Bagaimana para
ilmuwa mempercayai adanya eter untuk menjelaskan hakikat cahaya yang kemudian
pertentangan dalam listrik dan magnet, dan tak ada seorang ilmuwanpun yang
mampu memprediksikan ternyata listrik magnet mampu menjelaskan hakikat cahaya
dan membuang teori eter. Pemberontakan terus dilakukan untuk menjelajahi
kebenaran demi kebenaran alam sampai Einstein menggugat Newton yang mekanis.
Dan sampai detik ini gugatan-gugatan seperti itu sangat ditunggu dari kalangan
pemuda Indonesia, apakah pemuda Indonesia mampu?
Fisika membawa kita pada
perjalanan dari yang serba gaib keranah mekanis dan sekarang menuju ke gerbang
relativistik yang jauh lebih gaib. Tidak selamanya damai bahkan sejak zaman
newton sudah dituntut sudut yang paling pas agar menghasilkan lemparan meriam
terjauh. Hiroshima dan Nagasaki adalah contoh nyata betapa ilmu ini indah
disatu sisi tetapi juga dapat sangat mematikan.
Kekurangan dari buku ini menurut
kalangan fisika kurang jelas karena sangat sedikit persamaan matematik sadang
dari kalangan non fisika dan matematika terlalu berputar-putar pada
permasalahan yang sama. Akan tetapi buku ini sangat tepat untuk dibaca agar
kita semakin tahu apa yang sudah dikerjakan oleh pendahulu-pendahulu kita
sehingga kita mampu berterima kasih dan mampu menempatkan diri dimana kita
sekarang berada dan bekerja keras agar mampu memberontak terhadap kemapanan
agar kebenaran semakin dekat. Siap?
Makhluk-makhluk bergerak karena cinta, yaitu cinta oleh keabadian tanpa
permulaan. Sebagaimana angin menari-nari digerakan kuasa semesta. Karena itu
iapun bisa menggerakan pepohonan (Diwan-i Syams-i Tabris, Mullah Jalaluddin
Rumi).
Sejalankah apa yang ditulis Rumi dengan rasio manusia dewasa ini, ketika
kita memiliki pandangan bahwa yang menggerakkan kehidupan adalah perekonomia
atau uang? Dengan uang produksi berjalan kemudian menyerap tenaga kerja
sehingga daya beli masyarakat meningkat dan mendorong produksi, begitu
seterusnya. Tetapi tampaknya Rumi tidaklah terlalu absurd dengan pandangannya
di atas. Setidaknya hal ini sedang dibuktikan oleh Kartini Nainggolan melalui
novelnya “Sujud Nisa di Kaki Tahajud Subuh”. Ketika uang bukanlah satu-satunya
yang bisa disebut modal bagi manusia untuk seuatu yang sesuai fitrahnya yaitu
akan bergerak dan terus bergerak atau dalam bahasa Al-Qur`an fantasyiru fi
al-ard.
Cahaya cinta yang dibalut wangi kesabaran yang membaja mampu menerangi
dengan seterang-terangnya titian tangga kerja keras, ikhtiar dan do`a. Dan
tiada yang dihasilkan kecuali kehidupan yang manis direngkuh mesra oleh pelukan
ridho Tuhan. Kartini Nainggolan berusaha mengajak kita untuk memasuki labirin
dalam rongga kepala dan dada kita yang disitulah tempat kontemplasi kita detik
demi detik dalam hidup, sehingga kita mau dan mampu merenung dan bermuhasabah
terhadap semua nilai, ajaran dan kehidupan yang telah lama kita lupakan bahkan
mungkin kita anggap usang. Kehidupan yang diajarkan oleh ibu-ibu kita,
guru-guru ngaji kita, orang tua-orang tua yaitu pemecahan terhadap semua jenis
masalah apapun namanya dengan dzikrullah, tetes air mata, do`a, munajat,
kepasrahan total dan kesabaran yang terbingkai dalam suatu tarian sufistik yang
bernama tahajud.
Kartini mencoba memasukan nilai-nilai tersebut baik secara eksplisit
maupun implisit kepada kita melalui tokoh Nisa. Nisa dengan kehidupannya yang
dikelilingi badai permasalahan, tebing kesulitan dan padang keputus asaan tetap
bisa survive dengan keberanian luar biasa yang terpancar dari mata air tahajud
dan terangkai dengan indah dengan cahaya subuh. Dengan masalah yang begitu
kompleks dari ekonomi, keluarga, persahabatan, belajar dan karir sampai cinta
yang tentu tak dapat dipisahkan dari adanya pengorbanan dan perjuangan yang
begitu berat, baik itu dari materi maupun perasaaan bahkan keinginan yang
begitu kuatpun harus ditanggalkan walau terasa berat dan teramat perih.
Model cerita novel ini sebenarnya masih mengandung tema sentral seperti
novel-novel religi keluaran FLP lain seperti Ayat-Ayat Cintanya
Habiburahman el-shirazyataupun Lelaki
Kabut dan Boneka milik Helvi Tiana Rosa yaitu dakwah islam. Akan tetapi
novel ini tetap mampu membawa desir angin yang berbeda. Dengan menggunakanalur maju dan sudut pandang orang pertama
menjelaskan bab demi bab kehidupan dari “aku” (Nisa).
Diawali dengan pilihan sulit dari tuntutan ayah dan ibu yang bertentangan
yaitu antara kuliah dan bekerja. Tapi dengan rasa optimis yang dipompakan dari
ayahnya, Nisa menguatkan dirinya untuk kuliah di Kota Gudeg Yogyakarta. Kota
yang pada awalnya begitu ramah bagi Nisa dengan keberhasilannya memenangkan
lomba penulisan novel ternyata mampu berputar balik menyeretnya memasuki suatu
kehidupan yang oleh Kartini disebut “masa jahiliyah”. Ditengah-tengah kehidupan
yang melalaikan Nisa itulah datang suatu hidayah yang begitu unik dan sangat
berbeda dengan novel-novel lain sehingga mampu membawa Nisa hijrah ke jalan
Ilahi. Kemudian separuh kedua dari cerita ini berisi kehidupan Nisa yang sarat
akan penggambaran pribadi, watak, pemikiran dan kejiwaan Nisa yang dinaungi
ridho Allah dalam perjuangan dakwahnya.
Jika Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dikatakan mampu memotivasi
pembacanya yang dari segala generasi, maka sepertinya hal ini belum sepenuhnya
di dapat oleh Sujud Nisa di Kaki Tahajud Subuh. Hal ini disebabkan,
pertama, penggunaan bahasa yang masih dikatakan sederhana oleh penulis untuk
menceritakan hal yang besar seperti waktu menceritakan Ais yang mengaku telah
diperkosa. Kedua, pasar novel ini masih kurang membumi bahkan cenderung hanya
untuk kalangan tertentu saja. Ketiga, adanya kesan yang kurang baik yang
ditinggalkan kepada pembaca yaitu seputar penceritaan keluarnya Nisa dari
MAPALA. Walau penulis sudah berulangkali menjelaskan argumennya tetapi agak
kurang dimengerti maksud yang ingin disampaikan.
Diluar segala persoalan di atas, novel ini sesungguhnya memiliki potensi
yang sangat bagus dalam membangun dunia sastra di tanah air. Jika penulis dapat
menghindari hal-hal seperti di atas maka di harapkan mampu menghidangkan sajian
yang mampu dimakan oleh semua lapisan masyarakat dan semua rasa dapat
tersalurkan.
Akhirnya harus saya akui bahwa novel yang berangkat dari inspirasi yang
kuat ini mampu menggugah, mencerahkan dan menyejukkan jiwa manusia ditengah
keadaan yang gersang seperti sekarang ini. Oleh karena itu tunggu apalagi
segera lengkapi perpustakaan anda.
Semua gerak benda ditentukan oleh
kondisi awal alam semesta ketika terjadi Big Bang. Selanjutnya hukum hukum
alamlah yang bekerja.
Mulai dengan radiasi dominan dengan suhu sekitar 10 pangkat 40 derajat K,
kemudian semseta mendingin karena pengembangannya, terjadi materi yang semuanya
dalam keadaan bergerak, sehingga terjadi sistem matahari kita dengan kondisi
dalam keadaan bergerak, secara keseluruhan sistem matahari dalam keadaan
berputar seperti gerak planet yang sekarang beredar mengelilingi matahari yang
geraknya terlalu dekat dengan matahari sudah tentu sudah tertelan oleh
matahari. Demikian juga perputaran pada poros diakibatkan interaksi pada awal
terjadinya sistem matahari.
materi referensi:
Tiga abad yang lalu tercatat suatu
peristiwa penting dalam sejarah usaha manusia memahami kelakuan alam
sekitarnya, khususnya dalam pengembangan ilmu fisika. Betapa tidak, di tahun
1687 terbit edisi pertama buku Principia karya Sir Isaac Newton (1642-1727),
ilmuwan fisika-matematika kenamaan berkebangsaan Inggris. Dalam buku itu hukum
gaya berat atau gravitasi diumumkan pengarangnya. Ia adalah hukum alam yang
berperan sebagai kunci penyingkap tabir rahasia gejala berat, yang penuh
teka-teki namun menarik dan menantang. Untuk mengenang tiga ratus tahun
diumumkannya hukum ini, tulisan berikut mencoba memberi suatu tinjauan ulang
ringkas mengenai latar belakang penemuannya, penerapannya (dalam astronomi) dan
pula menunjuk akan keterbatasannya sebagai suatu teori fisika yang mendasar dan
tuntas.
Andaikanlah, dalam tangan Anda tergenggam sebuah batu. Bila batu tersebut
dilepaskan, Anda saksikan batu segera jatuh ke permukaan bumi. Sepintas lalu
kejadian ini tidaklah aneh karena telah sering kita saksikan. Tetapi pernahkah
timbul dalam pikiran Anda, mengapa batu tersebut selalu jatuh ke bawah menuju
ke permukaan bumi dan tidak dalam arah sebaliknya atau tetap diam di tempatnya?
Pertanyaan di atas dan yang sejenisnya ternyata bukan pertanyaan sederhana
karena telah melibatkan cukup banyak ilmuwan kenamaan abad 16 dan 17 dalam
usaha untuk mendapatkan jawabannya. Bahkan tercatat bahwa Aristoteles, filsuf
Yunani Kuno kenamaan di abad 4 sebelum Masehi terlibat pula dalam usaha
pemahaman teka-teki alam ini. Dengan menerapkan cara pendekatan pemikiran
rasional, yang dianut dewasa itu dalam usaha memahami kelakuan alam,
Aristoteles tiba pada kesimpulan berikut. Bila dua benda yang beratnya tak
sama, dilepaskan pada saat dan dari ketinggian yang sama, maka benda yang lebih
berat akan terlebih dahulu menyentuh tanah.
Pendapat Aristoteles ini ternyata keliru. Namun karena kearistokratannya,
pendapatnya ini dapat bertahan kurang lebih 20 abad untuk kemudian dikoreksi
oleh Bapak Fisika Modern, Galileo Galilei (1564-1642), ilmuwan fisika
berkebangsaan Italia. Meskipun Galileo berhasil mengoreksi pendapat Aristoteles
ini, namun ia sendiri belum dapat memberikan jawaban kunci yang memuaskan
terhadap pertanyaan kita di atas.
Newton menjawabnya
Ternyata baru menjelang berakhirnya abad ke-17 Sir Isaac Newton (1642-1727),
seorang ilmuwan Inggris, berhasil menyingkap tabir teka-teki alam yang menarik
perhatian itu. Mengenai penemuannya, ada sebuah lelucon menarik yang
menceritakan, jawaban itu diperoleh ketika sebuah apel jatuh ke kepalanya
sewaktu ia sedang merenungi masalah ini di bawah sebatang pohon apel di
pekarangannya (apakah buah apel ini mengenai kepalanya, diragukan
kebenarannya). Diceritakan, kejadian ini mengilhaminya untuk menemukan hukum
yang kemudian terkenal dengan nama "Hukum Gaya Berat (Gravitasi) Newton
(1687)".
Hukum ini menyatakan, dua benda yang terpisah oleh jarak tertentu cenderung
tarik-menarik dengan gaya (atau kekuatan) alamiah yang sebanding dengan massa
(atau ukuran kepadatan atau berat) masing-masing benda dan juga berbanding
terbalik dengan kuadrat jarak antara keduanya.
Kembali ke pertanyaan kita di atas, terdapat dua benda yang saling
mempengaruhi, yaitu Bumi dan batu kecil yang semula berada dalam tangan. Gaya
atau kekuatan tarikan Bumi pada batu itu sebagaimana dinyatakan oleh hukum di
atas disebut gaya berat atau gaya gravitasi atau yang lebih sering dikenal
dengan sebutan berat batu. Sebaliknya pun berlaku. Bumi ditarik oleh batu kecil
itu dengan gaya atau kekuatan yang sama besar. Di sini jarak antara batu dan
Bumi dihitung dari batu ke pusat Bumi yang berada sekitar 3.670 kilometer di
bawah permukaan Bumi.
Nampaknya dengan bantuan Hukum Gaya Berat Newton ini, kita mulai sedikit
memahami asal-usul penyebab jatuhnya batu kecil tersebut ke permukaan Bumi.
Tetapi rasanya masih ada yang mengganjal apabila kita hendak menerapkan hukum
ini secara langsung. Mengapa justru batu yang tertarik jatuh menuju ke
permukaan Bumi dan bukan sebaliknya Bumi yang tertarik ke atas menuju batu
kecil yang Anda lepaskan? Mengapa ini dijawab melalui Hukum Newton berikut dalam
cabang ilmu fisika yang mengkhususkan pada permasalahan gerak dan penyebabnya,
yaitu cabang mekanika.
Hukum Newton Kedua atau Hukum Gerak
Hukum ini dasarnya menyatakan hubungan antara gaya dan gerak yang menempatkan
keduanya sebagai suatu hubungan sebab-akibat. Di sini gaya dikaitkan dengan
kekuatan mendorong atau menarik yang berperan sebagai penyebab "perubahan
gerak" sebuah benda. Atau lebih terinci lagi, gaya adalah penyebab
perubahan besar kecepatan (laju) dan arah gerak (arah kecepatan) benda. Dan
Hukum Newton kedua ini menyatakan, besarnya perubahan gerak benda yang secara
pengukuran disebut percepatan berbanding terbalik dengan massa benda itu dan
berbanding lurus dengan gaya penyebabnya. Besaran massa di atas, yang
samar-samar pengertiannya, dapat disetarakan dengan berat benda (ingat Hukum
Gaya Berat Newton) dan secara fisika merupakan ukuran keengganan benda untuk
mengubah keadaan gerak semula. Jadi secara fisika hukum ini menyatakan, benda
yang massanya lebih besar (atau lebih berat) enggan sekali mengubah keadaan
geraknya semula sedangkan yang jauh lebih kecil massanya (jadi lebih ringan)
memperlihatkan perilaku yang lebih luwes. Dengan demikian, benda yang massanya
besar sekali, bila semula berada dalam keadaan diam, cenderung untuk tetap berada
dalam keadaan diam.
Nah, pada masalah kita di atas, massa bumi jauh lebih besar daripada massa batu
kecil itu. Dengan demikian terungkaplah sekarang secara jelas bagi kita apa
penyebabnya tertariknya batu kecil itu (melalui Hukum Gaya Berat Newton) dan
mengapa jatuhnya haruslah ke permukaan Bumi (melalui Hukum Gerak Newton).
Sistem Ptolemaeus dan Kopernik
Sebelum abad 15 para ilmuwan astronomi menganut pandangan yang menyatakan bahwa
Bumi adalah pusat jagat raya dan semua benda langit bergerak mengelilinginya.
Sistem jagat raya dalam pandangan ini disebut sistem Ptolemaeus untuk
menghormati ilmuwan astronomi Mesir kuno kenamaan yang pertama kali secara
tertulis mengumumkan pandangan di atas dalam abad ke-2 sebelum Masehi.
Pandangan Ptolemaeus ini memang sesuai dengan apa yang kita amati, dan memang
tidak ada yang salah dalam pandangan ini. Akan tetapi bila sistem Ptolemaeus
digambarkan di atas kertas, maka gerak benda langit menjadi sulit dan rumit
untuk ditelusuri.
Barulah menjelang pertengahan abad 16 seorang ilmuwan astronomi berkebangsaan
Polandia, Nicolaus Kopernik (1473-1543) mengemukakan, gerak benda langit akan
menjadi lebih sederhana apabila Matahari yang dipandang sebagai pusat jagat
raya. Secara tegas ia mengatakan, bukan Matahari yang bergerak mengelilingi
Bumi seperti dalam pandangan Ptolemaeus yang dianut selama itu, tetapi justru
sebaliknya, Bumilah bersama benda langit lainnya yang bergerak mengelilingi
Matahari.
Karena dalam sistem Kopernik gerak benda langit tampak menjadi lebih sederhana
dan pula memudahkan pengelompokan keluarga benda langit secara bersistem, maka
sejak diumumkannya pandangan ini para ilmuwan astronomi segera beralih ke
pandangan Kopernik. Dalam pandangan Kopernik ini para ilmuwan kemudian
mengemukakan apa yang dikenal dengan Sistem Tata Surya, yaitu kelompok atau
keluarga benda langit yang bergerak mengelilingi Matahari.
Orbit planet
Khusus mengenai peredaran Bumi kita beserta sejumlah planet lain mengelilingi
Sang Surya. Tycho Brahe (1546-1601), seorang ilmuwan astronomi kenamaan
berkebangsaan Denmark, secara tekun berhasil mengumpulkan data pengamatan yang
cukup lengkap mengenai perubahan kedudukan planet pada saat-saat tertentu
terhadap Matahari. Data ini kemudian dipelajari oleh salah seorang muridnya yang
terkenal, Johanes Kepler (1571-1630). Berkat ketekunannya selama dua puluh
tahun, akhirnya Kepler memperoleh kesimpulan menarik berikut: orbit atau garis
edar planet ternyata bentuknya tidaklah sembarang tetapi berupa suatu jorong
atau elips dengan Sang Surya berada pada salah satu titik apinya. Kesimpulannya
ini dikenal sebagai Hukum Orbit.
Orbit planet yang berbentuk elips dapat kita gambarkan seperti pada gambar 1
yang memperlihatkan Matahari berada pada salah satu titik apinya, M. Disamping
itu Kepler menemukan pula hukum periode.
Kepler juga menemukan hukum lain yang mengukur perubahan besar kecepatan planet
selama geraknya mengelilingi Matahari, yang dikenal sebagai hukumnya yang
ketiga. Ketiga Hukum Kepler di atas mengungkapkan suatu kenyataan alam yang
sungguh menarik yang sama sekali tidak diduga sebelumnya. Tetapi mengapa gerak
planet mengitari Sang Surya ini harus tunduk kepada Ketiga Hukum Kepler?
Kembali Newton menjawab
Ketiga Hukum Kepler di atas diumumkan antara tahun 1609 dan 1619, jadi jauh
sebelum Isaac Newton dilahirkan secara prematur pada tanggal 25 Desember 1642.
Pertanyaan di atas ternyata baru terjawab oleh Teori Gaya Berat Newton yang
mengungkapkan adanya gaya tarik Matahari pada planet yang massanya jauh lebih
kecil dibandingkan dengan massa Matahari, dan oleh hukum geraknya yang
menerangkan bagaimana perubahan gerak planet akibat pengaruh gaya berat ini.
Jadi gaya berat inilah yang berperan mengubah keadaan gerak planet dari keadaan
geraknya yang semula cenderung diam atau bergerak dengan kecepatan tetap
sepanjang garis lurus. Hukum gerak selanjutnya menerangkan, planet pada saat
semula tidak boleh dalam keadaan diam karena bila demikian, planet yang
bersangkutan akan tertarik dan jatuh ke permukaan Matahari. Jadi ia tentulah
bergerak dengan kecepatan awal tertentu terhadap Matahari dan tentulah
menyimpang dari arah yang menuju kedudukan Matahari. Maka dalam keadaan gerak
yang demikian, lintasan atau garis edarnya dapat berupa salah satu dari keempat
irisan kerucut berikut yakni lingkaran, elips, hiperbola atau parabola.
Bahwa planet ternyata bergerak dalam orbit elips dan tidak dalam bentuk irisan
kerucut lainnya,
Dipilih oleh Suara Terbanyak
Pengaruh
akibat Rotasi Bumi
1. Pergantian Siang dan malam
2. Perbedaan waktu
3. Perbedaan percepatan gravitasi bumi
4. pembelokan arah angin
5. pembelokan arus laut
6. peredaran semu harian benda-benda langit
Pengaruh akibat Revolusi Bumi
1. Pergantian musim
2. perbedaan lamanya siang dan malam
3. Gerak semu matahari
4. Terlihatnya rasi bintang yang berbeda dari bulan ke bulan
5. Pergantian tahun masehi
"Sesungguhnya Allah tidak akan merubah
nasib suatu kaum sehingga kaum itulah yang merubahnya sendiri" (Q.S Ar
ro`du: 11)
"Sesungguhnya Aku
(Allah) sesuai menurut persangkaan hamba-Ku kepada-Ku" (Hadits Qudsi)
Alhamdulillah, segala puji
bagi Allah al-Malikul Mulk. Salawat salam semoga tercurah atas Nabi Muhamad
al-amin dan segenap keluarganya dan sahabatnya.
Persoalan takdir menjadi begitu kompleks jika
dikaitkan dengan sifat manusia yang cenderung bebas dan merdeka. Tapi
kemerdekaan seperti apakah yang seharusnya dipahami, sehingga kita tidak
terperangkap terhadap suatu pemahaman yang bertentangan baik dengan nash-nash
agama maupun akal. Karena tidak mungkin agama bertentangan dengan akal.
"Agama adalah milik orang yang
berakal" (Hadits)
Oleh karena itu dalam pembuatan makalah ini
kami mengangkat sebuah tema tentang takdir itu sendiri, yaitu dengan judul PESAN
MORAL TAUHID DALAM NOVEL SANG PEMIMPI BUKU KEDUA TETRALOGI LASKAR PELANGI.
Dengan segenap permohonan dari Allah al-Muqtadir al-Jabbar agar ditunjukan
kedalam perkara yang haq dan diberi kekuatan untuk mengikutinya serta
ditunjukan pula perkara yang bathil dan diberi kekuatan untuk menjauhinya
sejauh mungkin.
Koreksi dan masukan selalu kami tunggu.
Akhirnya seperti kata Arai
"Jangan
takut,Tonto….," ia menguatkan aku dengan gaya Lone Ranger.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang Masalah
Masalah tentang
takdir tak ada habisnya diperbincangkan dan diperdebatkan manusia karena berhubungan
sangat erat terhadap kehidupannya bahkan sampai masalah yang sangat kecil
seperti menarik nafas, siapakah yang mengerjakannya, Tuhan atau manusia? Ada
tiga pendapat mengenai hal itu yaitu Qadariyyah (freewill) yang berpendapat
manusialah yang mengerjakannya, Jabbariyyah (determinant) adalah lawannya,
bahwa Tuhanlah yang mutlak melakukannya dan manusia hanya seperti wayang dan
Tuhanlah dalangnya. Masing-masing berpendapat bahwa pendapatnyalah yang paling
benar dengan membawa dalil-dalil naql maupun aql. Golongan Qadariyyah dan
Jabbariyah lebih tepat kalau dikatakan sebagai suatu penyelewengan pikiran dan
cara berpikir, karena keserasian pemikiran di antara bagian-bagian paham dan
ajaran-ajaranya tidak terdapat, sehingga kedua aliran tersebut tidak pernah
hidup sebagai aliran yang mempunyai pengikut-pengikut yang setia kepada
pokok-pokok ajaranya. Oleh karena itu kedua aliran tersebut tidak dapat tahan
hidup seperti aliran-aliran Teologi Islam yang lain, bahkan sebenarnya uamunya
tidak lebih daripada umur Jahm bin Safwan atau Ma`bah dan Ghailan itu sendiri.[1]
Dan aliran yang ketiga
adalah aliran yang berdiri diantara keduanya (tawasut). Mengakui bahwa Tuhanlah
yang menciptakan dan manusia yang berbuat. Aliran inipun didukung oleh sebagian
besar umat Islam dan merupakan satu-satunya yang mampu memberi jawaban yang
memuaskan. Aliran ini didirikan oleh As`ari dan Mathuridi yang disebut
Ahlsunnah wal Jama`ah. Para kaum sufi pun sebagian besar mengikuti aliran ini
dan berpendapat bahwa dengan memahami manusia sebagai wakil al-Muqtadir (salah
satu Asmaul Husna) maka kelirulah anggapan orang yang mengatakan bahwa
sesungguhnya manusia mutlak tidak memiliki hak untuk memilih apapun bagi
hidupnya. Semua tergantung pada ketentuan Allah. Itu pandangan Jabbariyah yang
mengingkari keberadaan manusia sebagai wakil Allah di muka bumi (khalifah fil ardi). Sebaliknya, keliru
pula anggapan orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya pilihan mutlak ada pada
tangan manusia. Allah tidak ikut serta menentukan pilihan manusia. Itu
pandangan Qadariyyah yang mengingkari kekuasaan al-Muqtadir dalam menentukan
kehidupan wakil-Nya.[2]
Ketiga ajaran tersebut akan
sangat sulit dipahami karena hanya berupa teori, dan salah satu cara untuk
memahaminya adalah dengan membumikannya dalam kehidupan, dan cara yang paling
mudah dilihat adalah melalui teks-teks sastra, karena sastra adalah gambaran
utuh manusia dan kebudayaanya. Dipilih novel Sang Pemimpi karena:
1.Menggunakan
bahasa Indonesia yang baku sehingga lebih mudah dipahami isinya.
2.Tidak
terlalu tebal, hanya 272 halaman sehingga makna dan alur cerita dapat diringkas
dengan mudah.
3.Termasuk
dalam tetralogi Laskar Pelangi, novel yang best seller di Indonesia dan sudah
diterjemahkan dalam berbagai bahasa, sehingga diharapkan lebih menarik.
4.Termasuk
jenis karya sasta yang ditulis berdasarkan kenyataan sehingga walaupun non
fiksi tetap dapat memberi batasan pada khayalan penulis.
B.Tujuan
Penulisan
Untuk memahami konsep takdir dalam tauhid Islam.
Untuk mengetahui aplikasi konsep takdir dalam
kehidupan.
BAB II
PESAN MORAL TAUHID DALAM NOVEL SANG PEMIMPI
A.Andrea Hirata dan Novel Sang Pemimpi
Andrea Hirata
Seman Said Harun (lahir 24 Oktober) adalah seorang
penulis Indonesia yang
berasal dari pulau Belitong,
propinsi Bangka Belitung.
Novel pertamanya adalah novel Laskar Pelangi yang
merupakan buku pertama dari tetralogi novelnya, yaitu :
Laskar Pelangi termasuk novel yang ada
di jajaran best seller untuk tahun 2006 dan 2007. Meskipun studi mayor yang
diambil Andrea adalah ekonomi, ia amat menggemari sains-fisika, kimia, biologi,
astronomi dan tentu saja sastra. Andrea lebih mengidentikkan dirinya sebagai
seorang backpaker dan akademisi. Mimpinya yang lain adalah untuk tinggal di Kye
Gompa, desa tertinggi di dunia, di Himalaya. Andrea berpendidikan ekonomi di Universitas Indonesia,
mendapatkan beasiswa Uni Eropa
untuk studi master
of science di Universite
de Paris, Sorbonne, Perancis dan Sheffield
Hallam University, United
Kingdom. Tesis Andrea di bidang ekonomi telekomunikasi mendapat penghargaan
dari kedua universitas tersebut dan ia lulus cumlaude. Tesis itu telah
diadaptasi ke dalam Bahasa
Indonesia dan merupakan buku teori ekonomi telekomunikasi pertama yang
ditulis oleh orang Indonesia. Buku itu telah beredar sebagai referensi Ilmiah.
Saat ini Andrea tinggal di Bandung
dan bekerja di kantor pusat PT.TELKOM.
Dalam Sang Pemimpi, Andrea bercerita tentang
kehidupan ketika masa-masa SMA.
Tiga tokoh utamanya adalah Ikal, Arai dan Jimbron. Ikal, alter egonya Andrea Hirata. Arai,
saudara jauh yang yatim piatu dan akhirnya menjadi saudara angkat dan Jimbron,
seorang yatim piatu yang terobsesi dengan kuda dan gagap bila sedang antusias
terhadap sesuatu atau ketika gugup. Ketiganya larut dalam kisah persahabatan
yang terjalin dari kecil sampai mereka bersekolah di SMA Negeri Bukan Main, SMA
pertama yang berdiri di Belitung bagian timur. Bersekolah di pagi hari dan
bekerja sebagai kuli di pelabuhan ikan pada dini hari. Hidup mandiri terpisah
dari orang tua dengan latar belakang kondisi ekonomi yang sangat terbatas namun
punya cita-cita besar, sebuah cita-cita yang bila dilihat dari latar belakang
kehidupan mereka hanyalah sebuah
mimpi kosong belaka.
Adapun tokoh-tpkoh dalam novel ini adalah:
Ikal,adalah
pemeran pertama yang dilihat dari sudut pandang oarang pertama sehingga
kata "aku" dalam novel ini kembali pada tokoh ini.
Arai, adalah tokoh sentral dalam buku ini.
Menjadi saudara angkat Ikal ketika kelas 3 SD saat ayahnya (satu-satunya
anggota keluarga yang tersisa) meninggal dunia. Seseorang yang mampu
melihat keindahan di balik sesuatu, sangat optimis dan selalu melihat
suatu peristiwa dari kaca mata yang positif. Arai adalah sosok yang begitu
spontan dan jenaka, seolah tak ada sesuatupun di dunia ini yang akan
membuatnya sedih dan patah semangat.
Jimbron,anak
yatim piatu yang diasuh oleh seorang pastur Katolik bernama Geovanny.
Laki-laki berwajah bayi dan bertubuh subur ini sangat polos. Segala hal
tentang kuda adalah obsesinya, dan gagapnya berhubungan dengan sebuah
peristiwa tragis yang memilukan yang dia alami ketika masih SD. Jimbron
adalah penyeimbang di antara Arai dan Ikal, kepolosan dan ketulusannya
adalah sumber simpati dan kasih sayang dalam diri keduanya untuk menjaga
dan melindunginya.
Tokoh-tokoh lain sebagai peran figuran:
Pendeta Geovanny,
ia adalah seorang Katolik
yang mengasuh Jimbron selepas kepergian kedua orangtua Jimbron. Meskipun
berbeda agama dengan Jimbron, beliau tidak memaksakan Jimbron untuk turut
menjadi umat Katolik. Bahkan beliau tidak pernah terlambat mengantar
Jimbron pergi ke masjid untuk mengaji.
Pak Mustar adalah salah satu pendiri SMA Bukan Main. Ia adalah
wakil kepala sekolah SMA Bukan Main, seorang yang baik dan cukup sabar
namun berubah menjadi tangan besi ketika anaknya sendiri justru tidak
diterima masuk ke SMA tersebut karena NEMnya kurang 0,25 dari batas
minimal. Terkenal dengan aturan-aturannya yang disiplin dan hukuman yang
sangat berat. Namun sebenarnya beliau adalah pribadi yang sangat baik dan
patut dicontoh.
Pak Ichsan Balia, Kepala Sekolah SMA Negeri
Bukan Main. Laki-laki muda, tampan, lulusan IKIP Bandung yang masih
memegang teguh idealisme.
Nurmala; "Zakiah Nurmala binti Berahim
Mantarum",gadis pujaan Arai sejak pertama kali Arai melihatnya.
Nurmala adalah gadis yang cantik, kembang di kelasnya, pandai, selalu
menyandang ranking 1. Ia juga penggemar Ray Charles dengan
lagunya "I Can't Stop Loving You" dan Nat
King Cole dengan lagunya "When I Fall in Love".
Laksmi; gadis pujaan Jimbron. Telah
kehilangan kedua orangtuanya dan tinggal serta bekerja di sebuah pabrik
cincau. Semenjak kepergian orangtuanya, ia tidak pernah lagi tersenyum, walaupun
senyumnya amat manis. Ia baru dapat tersenyum ketika Jimbron datang
mengendarai sebuah kuda.
Capo Lam Nyet Pho, seorang yang
memungkinkan berbagai hal sebagai objek untuk bisnisnya. Bahkan ketika PN
Timah terancam kolaps, ia melakukan ide untuk membuka peternakan kuda
meskipun kuda adalah hewan yang asing bagi komunitas Melayu.
Taikong Hamim, guru mengaji di masjid di kampung Gantung.
Dikenal sebagai sosok nonkonfromis dan sering memberlakukan hukuman fisik
kepada anak-anak yang melakukan kesalahan.
Bang Zaitun, seniman musik pemimpin sebuah
kelompaok Orkes
Melayu. Dikenal sebagai orang yang pernah mempunyai banyak pacar dan
hampir memiliki 5 istri. Sebenarnya kunci keberhasilannya dalam percintaan
adalah sebuah gitar. Ia pun mengajarkan hal tersebut pada Arai yang sedang
mabuk cinta dengan Nurmala.
Nurmi berbakat memainkan biola, mewarisi
biola dan bakat dari kakeknya yang ketua kelompok gambus di Gantung.
Nurmi adalah tetangga Arai dan Ikal, seumuran, dan dia adalah gadis yang
sangat mencintai biola.
Pak Cik Basman, seorang tukang sobek karcis
di sebuah bioskop di
Belitong.
A Siong, pemilik toko kelontong tempat Ikal
dan Arai berselisih tentang penggunaaan uang tabungan.
Deborah Wong, istri A Siong dan ibu dari
Mei-Mei. Perempuan asal Hongkong
yang tambun dan berkulit putih.
Mei Mei, gadis kecil anak Deborah Wong.
Seman Said Harun, ayah Ikal, yang sangat
pendiam, bekerja sebagai pendulang timah dan akan memakai baju safari
empat saku jika akan mengambil rapotnya Ikal dan Arai.
A Ling, walau hanya sekali disebut dalam
novel ini ia adalah wanita hokian yang sangat dicintai Ikal, anak pemilik
Toko Sinar Harapan dan meninggalkan Ikal untuk merantau ketika Ikal kelas
tiga SMP.
Mualim kapal BINTANG LAUT SELATAN, tidak
ditulis siapa nama aslinya, ia mantan preman yang tobat, ia pula yang
memberi tumpangan Ikal dan Araike
pulau Jawa dan menunjukkan agar menuju kota Ciputat.
Profesor, juga tak ditulis namanya, tapi di
novel Edensor ia adalah mantan menteri. Ia adalah orang yang mewawancarai
Ikal mendapatkan beasiswa Uni Eropa, ia begitu antusias dengan seluruh
hipotesis Ikal.
ffdgggsSang
Pemimpi adalah sebuah kisah kehidupan yang mempesona yang akan membuat
pembacanya pesrcaya akan tenaga cinta, percaya pada kekuatan mimpi dan
pengorbanan, lebih dari itu, juga percaya kepada Tuhan. Melaui novel ini
andrea hiarata ingin berkata bahwa apapun keadaan kita, kita pasti mampu
mengubahnya karena kita punya tuhan.Jauh di pedala man pulau Belitong, tiga orang anak di
sebuah kampung Melayu bermimpi untuk melanjutkan sekolah mereka hingga ke
Perancis, menjelahi Eropa, bahkan sampai ke Afrika.! Ikal, Arai, dan
Jimbron, merekalah si pemimpi itu, walau bagai punguk merindukan bulan,
mereka tak peduli, mereka memiliki tekad baja untuk mewujudkan mimpi
mereka, hidup di daerah terpencil, kepahitan hidup, kemiskinan, bukanlah
pantangan bagi mereka untuk bermimpi. Mereka tak menyerah pada nasib dan
keadaan mereka, bagi mereka mimpi adalah energi bagi kehidupan mereka masa
kini untuk melangkah menuju masa depan yang mereka cita-citakan Ini adalah
pandangan yang terbaik dari pemahaman tentang konsep takdir. Andrea mampu
bersikap moderat(tawasut) dalam menlis ide-idenya. Ia tidak terjebak pada
pemahaman jabbariyah(determinant) maupun qadariyyah(freewill). Andrea
tidak menghilangkan peran tuhan ketika ia menulis "kita lakukan yang
terbaik disini!! Dan kita akan berkelana menjelajahi Eropa sampai Afrika!!
Kita akan sekolah ke Prancis!! Apapun yang terjadi!"[3](154)
Karena iapun menulis "mungkin setelah tamat SMA kita hanya akan
mendulang timah atau menjadi kuli, tapi disini Kal,di sekolah ini, kita
tak akan pernah mendahului nasib
kita!!"(153)Perkataan"mendahului nasib kita"
mengindikasikan bahwa arai percaya bahwa tuhanlah yang berkehendak, tetapi
perkataan"apapun yang terjadi" menjadi jawaban bahwa ialah juga
yang menentukan.
Jika dilihat dari
ajaran as`ari hal ini sesuai dengan pengertian kasb, yang memiliki makna
kebersamaan kekuasaan manusia dengan perbuatan tuhan. Kasb juga memiliki
makna keaktifan dan bahwa manusia bertanggungjawab atas perbuatanya.[4]
karena manusia diberi kebebasan untuk memilih dalam
berbuat, maka-menurut Maturidiyah-perbuatan itu tetap diciptakan oleh tuhan.
Sehingga perbuatan manusia sebagai perbuatan bersama antara manusia dan Tuhan.
Allah yang mencipta dan manusia meng-kasab-nya. Dengan begitu manusia yang
dikehendaki adalah manusia yang selalu kreatif, tatapi kreativitas itu tidak
menjadikan makhluk sombong karena merasa mampu menciptakan dan mewujudkan.
Tetapi manusia yang kreatifdan pandai bersukur. Karena kemampuanya melakukan
sesuatu tetap dalam ciptaan Allah (ibid).
Dan dengan pemahaman yang serupa menjadikan para tokoh
yaitu Ikal, Arai dan Jimbron memiliki rasa kesetiakawanan yang tinggi, mereka
bahu membahu mewujudkan mimpi mereka, saat itu PN Timah Belitong sedang dalam
keadaan terancam kolaps, gelombang PHK besar-besaran membuat banyak anak-anak
tidak bisa meneruskan sekolah mereka karena orang tuanya tak sanggup membiayai.
Mereka yang masih ingin bersekolah harus bekerja. Demikian juga dengan ketiga
pemimpi, begitu tamat SMP mereka ingin tetap melanjutkan sekolah mereka, karena
di kampung mereka tak ada SMA, mereka harus merantau ke Magai, 30 kilometer
jaraknya dari kampung mereka. Untuk itu mereka tinggal bersama-sama dalam
sebuah los kontrakan, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya
mereka bekerja mulai dari penyelam di padang golf, office boy di sebuah kantor
pemerintah hingga akhirnya bekerja sebagai kuli ngambat, yang bertugas menunggu
perahu nelayan tambat dan memikul tangkapan para nelayan itu ke pasar ikan.
Menurut hirarki pekerjaan di Magai, kuli tambat adalah pekerjaan yang paling
kasar yang hanya akan digeluti oleh mereka yang tekad ingin sekolahnya sekeras
tembaga atau mereka yang benar-benar putus asa karena tidak memiliki pekerjaan
lain. Hal ini membuktikan bahwa ketiga pemimpi ini memiliki hati yang sekeras
tembaga untuk bisa bersekolah untuk mewujudkan mimpi mereka.
Begitupun Andrea tetap
menuliskan tentang kelemahan-kelemahan pahamJimbron tentangfatalis(jabbariyyah) dalam paragraf yang cukup panjang yaitu
Pertama ia menjelaskan dengan gaya bahasanya
Jika kita ditimpa buah nangka, itu artinya memang nasib
kita harus ditimpa buah nangka. Tak dapat, sedikitpun, dielakan. Dulu, jauh
sebelum kita lahir, tuhan telah mencatat dalam buku-Nya bahwa kita memang akan
ditimpa buah nangka matang sebab tangkainya sudah rapuh adalah perkala lain.
Tak apa-apa kita duduk santai di bawah buah nangka semacam itu karena toh tuhan
telah mencatat dalam buku-Nya apakah kita akan ditimpa buah nangka atau tidak.[5]
Memang Jahm bin Safwan (tokoh jabbariyah) mengatakan bahwa
perbuatan-perbuatan manusia bukan dia yang mengerjakan tetapi Allah sendiri.[6] Dan
ketidak setujuan andrea dapat dilihat dengan tulisan selanjutnya
Nah, kawan, dengan mentalis seperti itulah Jimbron
memersepsikan dirinya. Barangkali ada benarnya di satu sisi, tapi tak dapat
dimungkiri pandangan itu mengandung kenaifan yang mahabesar. Bagaimana mungkin
seorang manusia memiliki akal seperti itu? Besar dugaanku karena kemampuan
mengantisipasi suatu akibat memang memerlukan kapasitas daya pikir tertentu.
Diperlukan intelegensia yang tinggi untuk memahami bahwa buah nangka matang
yang menggelembung sebesar tong, dengan tangkainya yang rapuh, dapat
sewaktu-waktu jatuh berdebam hanya karena dihinggapi kupu-kupu.[7]
Tetapi ia menampik
pendapat yang mengatakan bahwa jika orang yang memiliki mentalitas seperti
Jimbrom atau jabbariyah adalah orang-orang yang pemalas. Kita dapat mengetahui
pendapat andrea tentang hal ini pada bab yang berjudu Aku Hanya Ingin
Membuatnya Tersenyum dan Pangeran Mustika Raja Brana yaitu keinginannya membuat
Laksmi tersenyum, ia yang memiliki mental seperti itu memiliki kekuatanseperti yang diceritakan andrea
Setiap minggu pagi Jimbron menghambur ke pabrik cincau.
Dengan senang hati, ia menjadi relawan pembantu Laksmi. Tanpa diminta ia
mencuci kaleng-kaleng mentega palmboom wadah cincau itu jika isinya telah
kosong dan ikjt menjemur daun-daun cincau. Seperti biasa, Laksmi diam saja,
dingin tanpa ekspresi. Di antara kaleng-kaleng Palmboom mereka berdua tampak
lucu. Jimbron yang gemuk gempal, sumringah, dan repot sekali, hanya setinggi
bahu laksmi yang kurus jangkung, berwajah lembut, dan tak peduli. Jimbron ingin
sekali, bagaimanapun caranya, meringankan beban Laksmi meskipun hanya sekadar
mencuci baskom[8].
Dengan tujuan
"aku hanya ingin membuatnya tersenyum…,"katanya
berat[9]
dan berkat usahanya (Jimbron,orang yang berpaham fatalisme)
apa yang menjadi impian pun tecapai laksmi terkesima lalusamar-samar ia tersenyum. Ia memandangi
Jimbron dan semakin lama senyumnya semakin lebar[10]
seakan-akan andrea ingin mengatakan bahwa malas tuidaknya seseorang bukan
disebabkan dari pahan jabbariyah melainkan dari ketakmauan orang tersebut
berusaha. Hal yang menarik dari novel ini adalah andrea menyuguhkan sesuatu
yang berbeda. Ia mampu memandang sesuatu dari sudut yang jarang atau bahkan tak
pernah terpikirkan orang lain. Jika para ahli mengatakan bahwa dengan paham
mu`taazilah yang cenderung qaddariyah orang akan akan memiliki semangat untuk
bekerja. Atapi nseperti Jabariyah yang dilihat terbalik, qasdariyahpun memiliki
nasib yang sama ditangan andrea, yaitu sikap pesimis. Aku dipaksa belajar
bertanggungjawab pada diriku sendiri. Satu lapisan tipis seolah tersingkap di
mataku membuka tabir filosofis yang pasti menjadi oarng dewasa yaitu: hidup
menjadi semakin tak mudah. Aku sendiri, Jimbron, dan Arai yang kusaksikan
membersihkan meja di restoran, menjadi kernet, dan pedagang kweni tak lain
adalah manifestasi dari sikapku yang telah bisa realistis; karena usiaku telah
meginjak delapan belas. Kini aku sadar setelah menamatkan SMA nasibku akan sama
dengannasib kedua sahabatku waktu SMP:
Lintang dan Mahar.[11]
Dari perkataan Andrea di atas dapat di tarik suatu
kesimpulan bahwa ia yang sudah bisa berfikir realistis, bahkan dalam persoalan
nasib dan takdir ia realistiskan karena bergerak, kaya, bahagia yang
menciptakan adalah dia sendiri, tuhan tak ikut campur. Perbuatan-perbuatan
bebas, dimana manusia bisa melakukan pilihab antara mengerjakan dan tidak
mengerjakan. Perbuatan semacam ini lebih pantas dikatakan diciptakan(khalq)
manusia daripada dikatakan diciptakan Tuhan, karena adanya alasan-alasan akal
fikiran dan syara’.[12]
Pemahaman Qadariyah yang dianut Mu`tazilah tersebut memang akan menumbuhkan
sebuah kekuatan dan semangat pada manusia untuk berbuat sebaik mungkin, tapi
perlu disadari bahwa manusia akan menangkap pesan moral ini jika manusia dalam
keadaan mampu dan bebas merdeka untuk berbuat. Berbedadengan manusia yang keadaannya sama seperti
si Ikal yang miskin, para budak, tawanan perang dan orang-orang yang
kemerdekaannya direnggut oleh manusia lain maka pemahaman seperti ini justru
akan jauh lebih membahayakan. Keputusasaan akan terdengar begitu menyakitkan
karena yang menciptakan perbuatan adalah dirinya sendiri, yang menentukan nasib
adalah dia sendiri sedang Tuhan tak dapat berbuat apapun karena tak berhak menciptakan.
Hal inipun digambarkan oleh Andrea "Meskipun kaupenuhi celengan sebesar
kuda sungguhan, sahabatku Jimbron, tak `kan pernah uang-uang receh itu mampu
membiayaimu sekolah ke Prancis…, demikianlah kata hatiku.[13] Dan
dilanjutkan dengan kata-katanya yang sangat jelas bahwa ia sangat tidak setuju
dengan pandangan itu. Dan dengarlah itu, Kawan. Siratan kalimat sinis dari
orang yang pesimis. Ia adalah hantu yang beracun. Sikap itu mengekstrapolasi
sebuah kuva yang turun ke bawah dan akan terus turun ke bawah dan telah
membuatku menjadai pribadi yang gelap dan picik. Seyogyanya sikap buruk yang
berbuah keburukan: pesimistis menimbulkan sinis, lalu iri, lalu dengki, lalu
mungkin fitnah. Dan dengarlah ini, kawan, akibat nyata sikap buruk itu.
"Tujuh puluh lima!! Sekali lagi 75!! Itulah nomor kursi ayahmu
sekarang…"[14]
pemahaman yang ingin disampaikan andrea tentang nasib yang ditulis Tuhan dan
mimpi manusia adalah seperti perkataan Ikal kemudian setelah menyadari
kekeliruannya. Karena kami adalah para pemimpi. Seandainya tidak dipakai untuk
sekolahpun, tabungan itu, yang dikumpulkan selama tiga tahun dari bekerja sejak
pukul dua pagi setiap hari memikul ikan, tak `kan cukup untuk membuat kami
hidup lebih dari setahun. Dan dari tempat kami berdiri, di Pulau Belitong yang
terpencil dan hanya berdiameter seratus lima puluh kilometer ini, cita-cita
kami sekolah ke Prancis, menjelajahi Eropa sampai ke Afrika adalah
potongan-potongan mozaik yang tak dapat dihubungkan dengan logika apa pun,
bahkan dengan pikiran yang paling gila sekalipun. Namun, sekarang aku memiliki
filosofi baru bahwa berbuat yang terbaik pada titik dimana aku berdiri, itulah
sesungguhnya sikap yang realistis. Maka sekarang aku adalah orang yang paling
optimis.[15]
Mimpi-mimpi yang diperjuangkan Ikal dan Arai adalah bentuk usaha manusia untuk
meng-kasab. Sedangkan mereka berdua dapat sekolah ke Prancis atau tidak adalah
urusan Tuhan. Hal ini sangat jelas ditulis Andrea dalam menutup novelnya. Aku
mengambil surat kelulusan Arai dan membaca kalimat demi kalimat dalam surat
keputusan yang dipegangnya dan jiwaku seakan terbang. Hari ini seluruh ilmu
manusia menjadi setitik air di atas samudra pengetahuan Allah. Hari ini Nabi
Musa membelah Laut Merah dengan tongkatnya, dan miliaran bintang-gemintang yang
berputar dengan eksentrik yang bersilangan, membentuk lingkaran episiklus yang
mengelilingi miliaran siklus yamg lebih besar, berlapis-lapis tak terhingga
diluar jangkauan akal manusia. Semuanya tertata rapi dalam protokol jagat raya
yang diatur tangan Allah. Sedikit saja satu dari miliaran episilikus itu keluar
dari orbitnya, maka dalam hitungan detik semesta alam akan meledak menjadi
remah-remah. Hanya itu kalimat yang dapat menggambarkan bagaimana sempurnanya
Tuhan telah mengatur potongan-potongan mozaik hiduopku dan Arai, demikian
indahnya Tuhan bertahun-tahun telah memeluk mimipi-mimpi kami, telah menyimak
harapan-harapan sepi dalam hati kami, karena di kertas itu tertulis nama
universitas yang menerimanya, sama dengan universitas yang menerimaku, di sana
dengan jelas tertulis: Universite` de Paris Sorbonne,Prancis.[16]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. konsep takdir dalam teologi islam dikenal
ada tiga golongan
a. Qadiriyah
Berpaham bahwa perbuatan manusia diciptakan
oleh manusia bukan oleh Tuhan. Sehingga manusialah yang menentukan dan
bertanggungjawab atas semua perbuatannya. Paham ini di anut oleh golongan
Mu`tazilah.
b. Jabbariyah
Berpaham bahwa perbuatan manusia diciptakan
mutlak oleh tuhan dan manusia tidak berhak untuk menentukan perbuatannya tetapi
manusia bertanggungjawab atas perbuatannya tersebut. Paham ini dianut oleh
golongan Jahmiyyah dan khawarij.
c. Asy`ariyah dan Mathuridiyah
Berpaham adanya konsep kasb yaitu perpaduan peran Tuhan dan manusia.
Tuhanlah yang menciptakan dan manusia yang mengerjakan (meng-kasab). Paham ini
dianut oleh golongan Ahlussunnah wal Jama`ah (sunni) dan sebagian syi`ah.
Dalam
memahami konsep takdir manusia ditentukan oleh kemampuannya dalam berfikir
(intelegensi), pendidikan, latar belakang dan lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Ahmad.2003. Pengantar Teologi Islam. Jakarta:
PT. Pustaka Al Husna.
------------------------. Theology Islam (Ilmu Kalam).
Jakarta: Bulan Bintang.
Hirata, Andrea.2008. Sang Pemimpi. Yogyakarta: PT.
Bentang Pustaka.
Sunyoto, Agus.2004. Sang Pembaharu Perjuangan dan Ajaran
Syaikh Siti Jenar.Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara.
Tim PWNU. 2007. Aswaja An-Nahdliyah. Surabaya:
Khalista.