Penulis :
Gerry Van Klinken
Penerbit :
Kepustakaan Populer Gramedia
Kota Terbit :
Jakarta
Tahun Terbit :
2004
Tebal :
186+XIV
Ilmu alam
adalah proses, tak ada satupun ilmuwan yang berani mengatakan teorinya adalah
mutlak benar. Sedang fisika sebagai pemimpin ilmu-ilmu alam lahir, tumbuh dan
berkembang dari revolusi demi revolusi. Suatu teori yang sudah diyakini
kebenarannya akan menghadapi perlawanan dan pemberontakan secara terus-menerus
dari teori-teori baru yang menawarkan kebenaran walau kadang sulit diterima
karena otak ilmuwan berbeda dengan otak orang kebanyakan. Selayaknya revolusi
dan pemberontakan apapun pasti akan menghadapi perlawanan dari kaum
konvensional yang ingin mempertahankan apa yang sudah ada atau dari orang yang
sudah mendapat keuntungan dari teori lama dengan tak kalah kuat dari
pemberontakan yang dilakukan. Siapa yang paling kuat mempertahankan pendapatnya
tentang kebenaran dialah pemenang, dalam dunia Fisika, hukum rimba berlaku
dikalangan ilmuwan.
Kadang
kemenangan yang diperoleh tidak selamanya karena teori tersebut adalah benar dan
objektif melainkan karena politik, kekuasaan bahkan yang mengatasnamakan agama.
Kita semua tahu apa yang dilakukan gereja terhadap Galileo Galilei yang juga
menimpa Ibnu Rusyd oleh kekhalifahan Abbasiyyah. Pertentangan Fisika tentang
kebenaran hukum alam setua umur manusia itu sendiri. Pertanyaan-pertanyaan
mengenai adaapa di atas langit ketika malam, apa itu cahaya, kenapa batu jatuh
kebawah bahkan dari mana alam ini berasal mampu melahirkan Fisika. Fisika lahir
dari rahim filsafat untuk berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas dan
ribuan pertanyaan lain yang muncul lebih banyak dari jawaban yang didapat
karena satu jawaban akan menghasilkan seribu jawaban dibelakangnya, tetapi
fisika mampu menemukan jati dirinya dan bercerai dengan filsafat dengan metode
ilmiahnya.
Buku ini mengajak kita memahami
revolusi demi revolusi dalam dunia fisika sejak masih menjadi bagian filsafat
yaitu pada masa aristoteles sampai fisika kuantum. Dengan sepuluh bab dan satu
epilog kita diajak memasuki labirin-labirin pergumulan dan perdebatan persoalan
fisika dengan tak perlu menyeritkan dahi karena buku ini sangat minim rumus
bahkan terkesan dihindari untuk menjelaskan hal-hal yang dirasa tidak perlu
atau terlalu sulit karena diharapkan pembaca buku ini bukan saja dari kalangan
pelajar atau mahasiswa yang mendalami fisika tetapi diharapkan pembaca awam dan
dari kalangan apapun dapat menikmati perjalanan panjang fisika dan buku ini
tidak melulu fisika dan fisika tetapi juga mencangkup filsafat, masyarakat,
estetika dan agama.
Sejarah dunia yang masih mampu
kita telusuri berawal dari perdebatan filosof yunani dilanjutkan mesopotamia,
india dan cina kemudian islam dan berkembang amat pesat masa renaisance di
eropa dan kini di seluruh dunia. Bangsa-bangsa yang besar adalah bangsa yang
masyarakatnya mau berfikir menggunakan akalnya apapun nanti hasilnya. Begitupun
fisika, ia hanya akan lahir, tumbuh dan berkembang untuk masyarakat yang tidak
menganggurkan akal. Dengan mengetahui suasana dan proses penemuan ilmu yang
trial and error maka diharapkan akan lahir ilmuwan-ilmuwan yang kreatif, itulah
semangat dibalik buku ini. Tujuan buku ini tidaklah untuk dihafal data-datanya
atau mengidolakan terhadap seorang ilmuwan.
Bumi ini dipahami sebagai pusat
dari semua alam semesta (geosentris) bahkan pusatnya adalah manusia itu sendiri
(antroposentris). Pendapat itu sudah diakui ribuan tahun bahkan dianggap
sebagai kepercayaan oleh gereja. Bahkan Pada abad ke-9 islam dengan teori
geosentrisnya menambahkan satu bola lagi diatas bintang-bintang atau diatas
langit tingkat ketujuh yaitu Arasy atau Primum Mobile. Tanpa menyebut nama
Allah, bola ini digambarkan sebagai Tangan (kekuasaan) Allah yang menggerakkan
segalanya. Memang fisika dan segala cabangnya dahulu sangat terkait dengan
agama atau kepercayaan sehingga kita tak perlu heran dengan adanya ilmu
astrologi yang diakui oleh hampir semua bangsa dan agama.
Pada tahun 1543 terbit buku De
Revolutionibus karya Copernicus yang merupakan tonggak awal revolusi demi
revolusi dalam dunia fisika karena mampu mendobrak kemapanan berfikir masa itu
bahkan ilmuwan-ilmuwan selanjutnya yang membawa estafet pemberontakan mengalami
keadaan yang sangat memilukan seperti Galileo Galilei. Sejak saat itu alam yang
dahulu penuh dengan keindahan dan mukjizat yang diterangkan filsafat dan agama
menjadi semakin mekanis dan dapat dijelaskan dengan persamaan-persamaan yang
sederhana. Pemberontakan itu membawa pengaruh bahwa kita dan bumi ini hanya
debu kecil di tepian galaksi Bima Sakti (Milky Way) dan tak punya kelebihan
yang mencolok, apalagi jika diliahat dari seluruh alam yang sampai saat ini belum
diketahui tepinya maka galaksi ini hanya sekumpulan bintang yang sangat kecil.
Hal inilah yang ditolak para filosof dan agamawan waktu itu bahkan sangat
mungkin sampai sekarang. Alam yang mekanis dan matematis semakin kokoh di
tangan Rene Descartes dengan fisafat mekanisnya dan puncaknya diduduki oleh
sang raja fisika klasik Sir Isaac Newton yang merumuskan bahwa alam ini terdiri
atas partikel, gerakan dan gaya.
Tapi bukanlah fisika jika tak ada
revolusi dan pemberontakan yang mengoreksi teori yang sudah mapan. Perdebatan
demi perdebatan diceritakan sangat mencengangkan dalam buku ini. Bagaimana para
ilmuwa mempercayai adanya eter untuk menjelaskan hakikat cahaya yang kemudian
pertentangan dalam listrik dan magnet, dan tak ada seorang ilmuwanpun yang
mampu memprediksikan ternyata listrik magnet mampu menjelaskan hakikat cahaya
dan membuang teori eter. Pemberontakan terus dilakukan untuk menjelajahi
kebenaran demi kebenaran alam sampai Einstein menggugat Newton yang mekanis.
Dan sampai detik ini gugatan-gugatan seperti itu sangat ditunggu dari kalangan
pemuda Indonesia, apakah pemuda Indonesia mampu?
Fisika membawa kita pada
perjalanan dari yang serba gaib keranah mekanis dan sekarang menuju ke gerbang
relativistik yang jauh lebih gaib. Tidak selamanya damai bahkan sejak zaman
newton sudah dituntut sudut yang paling pas agar menghasilkan lemparan meriam
terjauh. Hiroshima dan Nagasaki adalah contoh nyata betapa ilmu ini indah
disatu sisi tetapi juga dapat sangat mematikan.
Kekurangan dari buku ini menurut
kalangan fisika kurang jelas karena sangat sedikit persamaan matematik sadang
dari kalangan non fisika dan matematika terlalu berputar-putar pada
permasalahan yang sama. Akan tetapi buku ini sangat tepat untuk dibaca agar
kita semakin tahu apa yang sudah dikerjakan oleh pendahulu-pendahulu kita
sehingga kita mampu berterima kasih dan mampu menempatkan diri dimana kita
sekarang berada dan bekerja keras agar mampu memberontak terhadap kemapanan
agar kebenaran semakin dekat. Siap?
Erwin Arsadani Masruro
Pendidikan Fisika `08
Tidak ada komentar:
Posting Komentar