Pages

Senin, 07 November 2011

Ismail Raji al-Faruqi

Ismail Raji al-Faruqi lahir di Jaffa, Palestina pada tanggal 1 Januari 1921. pendidikan yang dilaluinya, seperti kebanyakan anak-anak keturunan arab yang selalu mengutamakan pendidikan agama, ia juga memulai pendidikannya dengan pendidikan agama. Selanjutnya ia memasuki College Des Fress, Libanon sejak 1926 sampai 1936. selesai di lembaga ini, ia selanjutnya kuliah di Amerika University, Beirut sampai menyelesaikan sarjana muda dengan gelar BA (Bachelor of Arts) tahun 1941[1], al-Faruqi lalu bekerja untuk pemerintah Inggris di Palestina. Pada tahun 1945, dia dipilih sebagai Gubernur Galilea. Tapi, setelah Israel mencaplok Palestina, ia pindah ke Amerika Serikat. Di Amerika, ia melanjutkan pendidikan Master dalam bidang filsafat di University of Indiana dan University of Harvard. Dia melanjutkan pendidikannya dengan mengambil gelar doktor filsafat di University of Indiana dan di Al-Azhar University pada tahun 1952. Dia kemudian mengajar beberapa universitas diseluruh dunia diantaranya universitas di Kanada, Pakistan dan Amerika Seirkat,[2] dan mengabdikan dirinya sebagai staf pengajar di temple University sampai akhir hayatnya 27 Mei 1986 (18 Ramadhan 1406 H). meninggal dunia dalam suatu peristiwa tragis, para ekstrimis Yahudi membunuh al-Faruqi serta istrinya dalam rumahnya di kota Wyncote Pencylvania.

Dia adalah seorang nasionalis Arab yang banyak membuat tulisan tentang agama Yahudi dan perbandingan agama. Hingga kinipun, seperti tampak pada banyak artikel dalam buku, jurnal, ataupun ensiklopedi yang membahas sumbangan pemikirannya, ia lebih dikenal sebagai seorang pemikir dalam disiplin kajian agama. Ia juga menulis beberapa artikel dalam jurnal kajian agama.[3]

Karya Tulis

Al.-Faruqi adalah ilmuan yang produktif. Ia berhasil menulis lebih dua puluh buku dan seratus artikel. Di antara bukunya yang terpenting adalah: Tauhid: its Imlications for Thought and file (1982). Buku ini mengupas tentang tauhid secara lengkap. Tauhid tidak hanya dipandang sebagai ungkapan lisan bahkan lebih dari itu, tauhid dikaitkan dengan seluruh aspek kehidupan manusia, baik itu segi politik, sosial, dan budaya. Dari inilah kita dapat melihat titik tolak pemikiran Al- Faruqi yang berimplikasi pada pemikirannya dalam bidang-bidang lain. Dalam buku Islamization of Knowledge: General Principle and Workplan (1982), walaupun ukurannya sangat sederhana, namun menampilkan pikiran yang cemerlang dan kaya, serta patut dijadikan rujukan penting dalam masalah Islamisasi ilmu pengetahuan, didalamnya terangkum langkah-langkah apa yang harusditempuh dalam proses islamisasi tersebut.[4]

Karya-karya terpentingnya lagi adalah The Trialogue of AbrahamFaiths (Perbincangan Tiga Pihak mengenai Agama Ibrahim, 1986), Essays in Islamic and Comparative Studies (Esai dalam Kajian Islam dan Komparatif, 1982), Historical Atlas of the Religions of the World (Atlas Historis Agama Dunia, 1974) dan sebagainya.[5]

2. Pemikiran Ismail Raji al-Faruqi

Al-Faruqi sampai pada kesimpulannya tentang perlunya Islamisasi setelah menganalisis masalah umat. Dalam setiap bidang, seperti polit, ekonomi, dan budaya muslim terpinggirkan, kalah pleh dominasi barat. Menurtnya, inti masalah ini adalah system pendidikan yang mengasingkan muslim dari agamanya sendiri, dan dari sejarah kegemilangan agamanya yang seharusnya menjadi sumber kebanggaan.

Dengan demikian, solusinya adalah membenahi system pendidikan. System pendidikan yang membuat pemisahan antara ilmu agama (madrasah) dan ilmu non agama (sekolah, universitas) harus dipadukan kembali. Pada tingkat ini pula al-Faruqi sudah mulai membayangkan langkah praktis yang harus dilakukan. Ia membayangkan bahwa universitas-universitas di dunia Islam harusnya cukup banyak memberikan pengajaran tentang peradaban Isalam. Tujuannya adalah memunculkan kembali identitas pelajar muslim.[6]

Sementara menurut Ismail al Faruqi, islamisasi ilmu pengetahuan dimaknai sebagai upaya pengintegrasian disipilin-disiplin ilmu modern dengan khazanah warisan Islam. Langkah pertama dari upaya ini adalah dengan menguasai seluruh disiplin ilmu modern, memahaminya secara menyeluruh, dan mencapai tingkatan tertinggi yang ditawarkannya. Setelah prasyarat ini dipenuhi, tahap berikutnya adalah melakukan eliminasi, mengubah, menginterpretasikan ulang dan mengadaptasikan komponen-komponennya dengan pandangan dunia Islam dan nilai-nilai yang tercakup di dalamnya. [7]

Dalam deskripsi yang lebih jelas, islamisasi ilmu pengetahuan menurut al-Faruqi adalah memberikan definisi baru, mengarur data-data, memikirkan lagi jalan pemikiran dan menghubungkan data-data, mengevaluasikan kembali kesimpulan-kesimpulan, memproyeksikan kembali tujuan-tujuan – dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat bagi cita-cita Islam.[8]

Selanjutnya, secara terperinci ia menjabarkan proyek islamisasi ilmunya dalam dua belas langkah praktis, yaitu: [9]

1. Penguasaan disiplin ilmu modern: penguraian kategoris

2. Survei atau tinjauan disiplin ilmu

3. Penguasaan khazanah Islam: sebuah antologi

4. Penguasaan khazanah ilmiah Islam tahap analisa

5. Penentuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu

6. Penilaian kritis terhadap disiplin ilmu modern: tingkat perkembangannya di masa kini

7. Penilaian kritis terhadap khazanah Islam: tingkat perkembangannya dewasa ini

8. Survei permasalahan yang dihadapi umat Islam

9. Survei permasalahan yang dihadapi umat manusia

10. Analisa kreatif dan sintesa

11. Penuangan kembali disiplin imu modern ke dalam kerangka Islam: buku-buku dasar tingkat unuversitas

12. Penyebarluasan ilmu-ilmu yang telah diislamiskan

Adapun alat-alat Bantu lain untukmempercepat islamisasi pengetahuan adalah:[10]

1. Konfrensi-konfrensi dan seminar-seminar

2. Lokakarya-lokakarya untuk pembinaan staf

Kritik atas Gagasan Islamisasi Ilmu

Di seberang para penggagas ilmu pengetahuan Islam ini tentu saja ada pendirian lain yang bertentangan, seperti halnya Fazlur Rahman. Rahman adalah sarjana muslim yang memusatkan kajiannya pada al-Quran. Dari segi kuantitas karyanya dalam lingkup wacana ilmu pengetahuan Islam memang tidak menonjol. Rahman hanya manulis dua artikel tentang masalah ini dalam majalah Arabia dan AJIIS, yang sempat memancing polemik sengit di negerinya, Pakistan. Namun pandangannya cukup mewakili gagasan para penentang islamisasi ilmu.

Fazlur Rahman menganggap rancangan sistematis al-Faruqi mengenai langkah-langkah islamisasi ilmu terlalu mekanistis. Sementara al-Faruqi, dalam urutan langkah-langkah programnya, tampak lebih mementigkan penguasaan ilmu pengetahuan barat yang harus terlebih dahulu digarap daripada tradisi Islam sendiri.

Istilah Islamisasi bagi Rahman mengesankan sifat mekanis, karena seakan-akan dalam menghadapi berbagai ilmu yang datang dari barat, sesorang akan duduk begitu saja dan mengislamisasikannya.

Sebetulnya Rahman tidak sepenuhnya menentang gagasan ini, namun lebih menentang beberapa varian dalam gagasan ini yang memang terkesan bersifat mekanis. Ini, misalnya tampak dalam program 12 langkah al-Faruqi. Namun yang menjadi persoalan kemudian tidak hanya ilmu yang datang dari barat, tetapi dalam tradisi Islam sendiri tidak tertutup kemungkinan adanya teori yang tidak sesuai dengan Islam.

Satu hal yang tampaknya lebih penting dari respon Rahman adalah bahwa ia telah membawa persoalan yang sebelumnya hanya dibicarakan dalam konteks aktivisme Islam ke dalam kerangka perdebatan teoretis yang lebih besar, yaitu tentang bagaimana seharusnya seorang muslim menciptakan teori-teori dan system-sistem yang diturunkan dari Alquran secara abash.

Kritikan selanjutnya dilakukan oleh Pervez Hoodboy yang bertumpu pada pandangan instrumentalis yang sama dengan pandangan Rahman, dengan keyakinan akan netralitas ilmu pengetahuan sebagai landasannya. Serupa juga dengan Rahman, ia sebenarnya lebih mengarahkan kritiknya pada beberapa varian dalam wacana islamisasi ilmu, yang terutama diwakili oleh al-Faruqi.

Hoodboy mempertanyakan kebermaknaan istilah “ilmu pengetahuan Islam” sendiri. Menurutnya, harus dilakukan perbedaan antara ilmu pengetahuan yang dipraktekkan oleh kaum muslim pada saat ini maupun pada zaman keemasan Islam dan konsep ilmu pengetahuan Islam yang dianggap secara khusus mencerminkan karakter Islam.[11]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar