Pages

Minggu, 06 November 2011

PEDOMAN HISAB AWAL BULAN SISTEM EPHEMERIS HISAB RUKYAT

A. Pengertian dan Istilah yang Digunakan

1. Data Matahari Yang Digunakan Dalam Perhitungan
a. Ecliptic Longitude
Ecliptic Longitude, Taqwim ( التـقـويـم ) atau Thul al syams (الـشـمـس طـول ), dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Bujur Astronomis. Data ini adalah jarak Matahari dari titik Aries (Vernal Equinox / الـحـمـل ) diukur sepanjang lingkaran Eliptika. Jika nilai Bujur Astronomis Matahari sama dengan nilai Bujur Astronomis Bulan, maka terjadi ijtima. Data ini diperlukan antara lain dalam ijtima dan gerhana.

b. Ecliptic Latitude.
Ecliptic Latitude, Ardl al Syams ( عـرض الـشـمـس ), dalam istilah bahasa Indonesia sebagai dikenal dengan Lintang Astronomis. Data ini adalah jarak titik pusat Matahari dari Lingkaran Ekliptika. Sebetulnya Ekliptika itu sendiri adalah lingkaran yang ditempuh oleh gerak semu Matahari secara tahunan. Oleh karena itu Matahari selalu berada di Lingkaran Ekliptika. Namun oleh karena jalannya tidak rata persis, maka ada sedikit geseran. Keadaan seperti ini dapat kita lihat dari nilai Ecliptic Latitude yang selalu mendekati nol. Banyak sistem perhitungan yang mengabaikan nilai data ini sehingga istilah Ardl al Syams ( عـرض الـشـمـس ) yang sebetulnya identik dengan Ecliptic Latitude, tidak dikenal. Data ini diperlukan antara lain untuk perhitungan gerhana.

c. Apparent Right Ascension
Apparent Right Aseension, Al shu'ud al Mustawqim ( الـصـعـود الـمـسـتـقـيـم ) atau al Mathali'u al Baladiyah ( الـمـطـالـع الـبـلاديـة ), dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Asensio Rekta atau Panjatan Tegak. Data ini adalah adalah jarak Matahari dari titk Aries (Vernal Equinox Hamal / الـحـمـل ) diukur sepanjang Lingkaran Equator. Data ini diperlukan dalam perhitungan ijtima, ketingian hilal dan gerhana.

d. Apparent Declination
Apparent declination of the sun, mail al syams ( مـيـل الـشـمـس ), dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Deklinasi Matahari yang terlihat (bukan matahari hakiki), atau lebih dikenal sebagai Deklinasi. Data ini adalah jarak Matahari dari Equator. Nilai Deklinasi positip berarti Matahari ada di sebelah Utara Equator, dengan tanda (+) dalam penulisanya tanda (+) tidak perlu ditulis. Sebaliknya Nilai Deklinasi negatif berarti Matahari ada di sebelah Selatan Equator, dengan tanda (-). Data ini diperlukan dalam penentuan bayang-bayang kiblat, waktu shalat, ijtima, ketinggian hilal, gerhana dan sebagainya.

e. True Geosentric Distange
True Geosentric Distance, dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Jarak Geosentric. Data ini menggambarkan jarak antara Bumi dan Matahari. Nilai pada data ini merupakan jarak rata rata Bumi - Matahari sekitar 150 juta km. Oleh karena Bumi mengelilingi Matahari tidak tetap setiap saat, kadang kadang dekat, kadang-kadang jauh, sedangkan jarak terjauh pada saat Bumi menempati titik Perigee ( الـحـضـيـض ), sedangkan jarak terjauh pada saat bumi menempati titik terjauh. yaitu Apogee ( الأوج ). Data ini diperlukan dalam menghitung gerhana.

f. Semi Diameter
Semi Diameter, nisf al quthur ( نـصـف الـقـطـر ) dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Jari jari. Data ini adalah jarak titik pusat Matahari dengan piringan luarnya. Data ini perlu diketahui untuk menghitung secara tepat saat matahari terbenam, matahari terbit, tinggi hilal dan sebagainya.

g. True Obliquity
True Obliquity, al mail al kully ( الـمـيـل الـكلي ) dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Kemiringan Ekliptika. Data ini adalah Kemiringan Ekliptika dari Equator. Data ini diperlukan untuk menghitung ijtima dan gerhana.

h. Equation of Time
Equation of Time, ta’dil al waqt / ta’dil al syams ( تـعـديـل الـوقـت / تـعـديـل الـشـمـس ) dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai Perata Waktu. Data ini adalah selisih antara waktu kulminasi matahari hakiki dengan waktu kulminasi matahari rata rata. Data ini biasanya dinyatakan dengan huruf "e" kecil dan diperlukan dalam menghisab bayang-bayang kiblat, waktu shalat dan awal bulan.

2. Data Bulan Yang Digunakan Dalam Perhitungan

a. Apparent Longitude
Apparent Longitude, Taqwim ( التـقـويـم ) atau Thul al qamar (الـقـمـر طـول ) dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Bujur Astronomis Bulan yang terlihat, atau lebih dikenal sebagai Bujur Astronomi Bulan. Data ini adalah jarak antara titik Aries (Vernal Equinox/Hamal/ الـحـمـل ) diukur sepanjang Lingkaran Eliptika. Data ini diperlukan dalam menghitung ijtima dan gerhana.

b. Apparent Latitude
Apparent Latitude, ardl al qamar ( عـرض الـقـمـر ) dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Lintang Astronomis Bulan yang terlihat, lebih dikenal sebagai Lintang Astronomis Bulan. Data ini adalah jarak antara bulan dengan lingkaran Ekliptika diukur sepanjang lingkaran Kutub Ekliptika. Nilai maksimum dari Lintang Astronomis Bulan adalah 5o 8’ (lima derajat delapan menit). Nilai positip (+) berarti bulan berada di sebelah Utara Ekliptika, dan nilai negatif (-) berarti Bulan berada di sebelah Selatan Ekliptika. Jika pada saat ijtima nilai Lintang Astronornis Bulan sama atau hampir persis sama dengan nilai Lintang Astronomis Matahari, maka akan terjadi Gerhana Matahari. Data ini diperlukan dalam menghitung ijtima dan gerhana.

c. Apparent Right Ascention
Apparent Right Aseension, Al shu'ud al Mustawqim ( الـصـعـود الـمـسـتـقـيـم ) atau al Mathali'u al Baladiyah ( الـمـطـالـع الـبـلاديـة ) dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Asensio Rekta dari bulan yang terlihat, atau lebih kenal dengan Panjatan Tegak. Data ini adalah jarak titik pusat bulan dari titik Aries diukur sepanjang lingkaran Equator. Data ini diperlukan antara lain dalam perhitungan ijtima, ketinggian hilal dan gerhana.

d. Apparent Declination
Apparent declination, mail al qamar ( مـيـل الـقـمـر ) dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Deklinasi Bulan. Data ini adalah jarak Bulan dari Equator. Nilai Deklinasi positip (+) jika Bulan disebelah utara Equator, dan negatif (-) jika di sebelah selatan equator. Data ini diperlukan dalam perhitungan ketinggian hilal dan gerhana.

e. Horizontal Parallax
Parallax, ikhtilaf al mandhar ( إخـتـلاف الـمـنـظـر ) dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Benda Lihat. Data ini adalah sudut antara garis yang ditarik dari benda langit ketitik pusat bumi dan garis yang ditarik dari benda langit ke mata si pengamat. Sedangkan Horizontal Parallax adalah Parallaks dari Bulan yang sedang berada persis di garis ufuq. Nilai parallaks berubah ubah tergantung kepada jarak benda langit itu dari garis ufuq. Semakin mendekati titik Zenith ( سـمـت الرأس ) nilai parallax suatu benda langit semakin kecil. Benda langit yang sedang berposisi pada titik Zenith, nilai parallax adalah nol; sedangkan benda langit yang sedang berposisi pada garis ufuq, nilai Parallaxnya paling besar. Disamping itu Parallax tergantung pula kepada jarak benda langit tersebut dari mata si pengamat (Bumi). Semakin jauh suatu benda langit nilai Paralaxnya semakin kecil. Nilai Parallax Matahari sangat kecil bahkan dapat diabaikan sebab jarak Matahari Bulan sangatlah jauh, berbeda dengan jarak Bulan Bumi. Nilai Horizontal Parallax ini diperlukan untuk melakukan koreksi perhitungan ketinggian hilal, dari ketinggian hakiki menjadi ketinggian Mar'i (visible altitude).

f. Semi Diameter
Semi Diameter, nisf al quthur ( نـصـف الـقـطـر ) dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Jari jari. Data ini adalah jarak sudut antara titik pusat Bulan dengan piringan luarnya. Nilai Semi Diameter Bulan adalah tertinggi sekitar 15’ (lima belas menit) sebab piringan bulatan Bulan penuh adalah sekitar 30’ (1/2 derajat). Data ini diperlukan untuk melakukan perhitungan ketinggian piringan atas (upper limb) hilal, sebab semua data bulan adalah data titik pusatnya.

g. Angle Bright Limb
Angle Bright Limb, dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan Sudut Kemiringan hilal. Data ini adalah sudut kemiringan piringan hilal yang memancarkan sinar sebagai akibat arah posisi hilal dari Matahari. Sudut ini diukur dari garis yang menghubungkan titik pusat hilal dengan titik Zenith ( سـمـت الرأس ) ke garis yang menghubungkan titik pusat hilal dengan titik pusat Matahari dengan arah sesuai dengan perputaran jarum jam.

h. Fraction Illum
Fraction Illum adalah singkatan dari Fraction Illumination. Yang dimaksudkan adalah besarnya piringan Bulan yang menerima sinar Matahari dan menghadap ke Bumi. Jika seluruh piringan Bulan yang menerima sinar Matahari terlihat dari Bumi, maka bentuknya akan berupa “bulatan penuh”. Dalam keadaan seperti ini nilai Fraction Illum (besarnya Bulan) adalah satu, yaitu persis pada saat puncaknya Bulan Purnama (full moon / بـدرالـقـمـر ). Sedangkan jika Bumi, Bulan dan Matahari sedang persis berada pada satu garis lurus, maka akan terjadi Gerhana Matahari Total. Dalam keadaan seperti ini nilai Fraction Illumination Bulan adalah nol. Setelah Bulan Purnama, nilai Fraction Illumination akan semakin mengecil sampai pada nilai yang paling kecil, yaitu pada saat ijtima dan setelah itu nilai Fraction Illumination ini akan kembali membesar sampai mencapai nilai satu, pada saat Bulan Purnama. Dengan demikian, data Fraction Illumination ini dapat dijadikan pedoman untuk menghitung kapan terjadinya ijtima (conjunction / الإجـتـمـاع) dan kapan bulan purnama (full moon, istiqbal / الإشـتـقـبـال), demikian pula saat first quarter ( tarbi’awal / تـربـيـع الأول) dan last quarter ( tarbi’ tsani / تـربـيـع الـثـاني ) dari bulan dapat dihitung, yaitu dengan mencari nilai Fraction illum sebesar setengah (0,5). Data ini diperlukan untuk membantu pelaksanaan Rukyatul hilal sekaligus melakukan pengecekannya mengenai besarnya hilal.

B. Penggunaan Waktu
Data Matahari dan Bulan tersebut di atas disajikan berdasarkan waktu Greenwich/ Greenwich Mean Time (GMT).

1. Mengubah Waktu
Untuk mengubah GMT menjadi waktu waktu daerah di Indonesia, digunakan rumus rumus sebagai berikut :
a. Waktu Indonesia Barat (WIB) = GMT + 7 jam
b. Waktu Indonesia Tengah (WITA) = GMT + 8 jam
c. Waktu Indonesia Timur (WIT) = GMT + 9 jam

Atau sebaliknya :
a. GMT = WIB 7 jam
b. GMT = WITA 8 jam
c. GMT = WIT 9 jam
Untuk mencari data Matahari dan Bulan bagi wilayah Indonesia, waktu waktu daerah di Indonesia terlebih dahulu harus diubah menjadi GMT

Contoh :
Mencari Deklinasi Matahari dan Bulan pada pukul 18.00 WIB tanggal 7 Mei 1993

Langkah 1
Mengubah WIB menjadi GMT, dengan rumus :
GMT = WIB 7 jam, maka
GMT = 18.00 WIB 7 jam = 11.00 GMT. Jadi jam 18.00 WIB = jam 11.00 GMT
Langkah 2
Mencari data Deklinasi Matahari dan Bulan dalam Buku Ephemeris Hisab Rukyat pada jam 11.00 GMT. tanggal 7 Mei 1993 hasilnya :
Deklinasi Matahari jam 11. 00 GMT = 16° 52' 57"
Deklinasi Bulan jam 11.00 GMT = 21° 43' 32"

2. Membuat Penyisipan Data / Interpolasi
Oleh karena data Malahari dan Bulan dalam buku Ephemeris Hisab Rukyat disajikan pada setiap jam, maka untuk memperoleh data pada pecahan jam, diperlukan langkah langkah penyisipan/interpolasi.

Rumus :
Interpolasi = A – (A – B ) x C / I

Contoh :
Mencari Deklinasi Bulan pada pukul 18:10:12.45 WIB pada tanggal 7 Mei 1993

Langkah 1 :
Mengubah WIB menjadi GMT dengan rumus :
GMT = WIB – 7 jam
GMT = 18:10:12.45 WIB – 7 jam = 11 : 18 : 3.45 GMT

Langkah 2 :
Data yang diketahui jam 11:10:12.45 GMT (pedoman jam 11.00, sedangkan selebihnya 0:10:12.45 sebagai nilai C). Interpolasi yang dilakukan antara jam 11.00 dan jam 12.00, berarti berjalan/selisih 1 jam sebagai nilai I.

Mencari Deklinasi Bulan sebagai berikut :
Jam 11.00 GMT = - 21° 43' 32" (sebagai nilai A)
Jam 12.00 GMT = - 21° 46' 51" (sebagai nilai B)

Jadi :
Interpolasi = A – ( A – B ) x C / I
- 21° 43' 32" – (- 21° 43' 32" - -21° 46' 51" ) x 0° 10' 12.45" / 1
= - 21° 44' 05.85". Hasilnya - 21° 44' 05.85".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar