Pages

Rabu, 16 November 2011

REVOLUSI FISIKA


Penulis                                 : Gerry Van Klinken
Penerbit                              : Kepustakaan Populer Gramedia
Kota Terbit                          : Jakarta
Tahun Terbit                      : 2004
Tebal                                     : 186+XIV
Ilmu alam adalah proses, tak ada satupun ilmuwan yang berani mengatakan teorinya adalah mutlak benar. Sedang fisika sebagai pemimpin ilmu-ilmu alam lahir, tumbuh dan berkembang dari revolusi demi revolusi. Suatu teori yang sudah diyakini kebenarannya akan menghadapi perlawanan dan pemberontakan secara terus-menerus dari teori-teori baru yang menawarkan kebenaran walau kadang sulit diterima karena otak ilmuwan berbeda dengan otak orang kebanyakan. Selayaknya revolusi dan pemberontakan apapun pasti akan menghadapi perlawanan dari kaum konvensional yang ingin mempertahankan apa yang sudah ada atau dari orang yang sudah mendapat keuntungan dari teori lama dengan tak kalah kuat dari pemberontakan yang dilakukan. Siapa yang paling kuat mempertahankan pendapatnya tentang kebenaran dialah pemenang, dalam dunia Fisika, hukum rimba berlaku dikalangan ilmuwan.
Kadang kemenangan yang diperoleh tidak selamanya karena teori tersebut adalah benar dan objektif melainkan karena politik, kekuasaan bahkan yang mengatasnamakan agama. Kita semua tahu apa yang dilakukan gereja terhadap Galileo Galilei yang juga menimpa Ibnu Rusyd oleh kekhalifahan Abbasiyyah. Pertentangan Fisika tentang kebenaran hukum alam setua umur manusia itu sendiri. Pertanyaan-pertanyaan mengenai adaapa di atas langit ketika malam, apa itu cahaya, kenapa batu jatuh kebawah bahkan dari mana alam ini berasal mampu melahirkan Fisika. Fisika lahir dari rahim filsafat untuk berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas dan ribuan pertanyaan lain yang muncul lebih banyak dari jawaban yang didapat karena satu jawaban akan menghasilkan seribu jawaban dibelakangnya, tetapi fisika mampu menemukan jati dirinya dan bercerai dengan filsafat dengan metode ilmiahnya.
Buku ini mengajak kita memahami revolusi demi revolusi dalam dunia fisika sejak masih menjadi bagian filsafat yaitu pada masa aristoteles sampai fisika kuantum. Dengan sepuluh bab dan satu epilog kita diajak memasuki labirin-labirin pergumulan dan perdebatan persoalan fisika dengan tak perlu menyeritkan dahi karena buku ini sangat minim rumus bahkan terkesan dihindari untuk menjelaskan hal-hal yang dirasa tidak perlu atau terlalu sulit karena diharapkan pembaca buku ini bukan saja dari kalangan pelajar atau mahasiswa yang mendalami fisika tetapi diharapkan pembaca awam dan dari kalangan apapun dapat menikmati perjalanan panjang fisika dan buku ini tidak melulu fisika dan fisika tetapi juga mencangkup filsafat, masyarakat, estetika dan agama.
Sejarah dunia yang masih mampu kita telusuri berawal dari perdebatan filosof yunani dilanjutkan mesopotamia, india dan cina kemudian islam dan berkembang amat pesat masa renaisance di eropa dan kini di seluruh dunia. Bangsa-bangsa yang besar adalah bangsa yang masyarakatnya mau berfikir menggunakan akalnya apapun nanti hasilnya. Begitupun fisika, ia hanya akan lahir, tumbuh dan berkembang untuk masyarakat yang tidak menganggurkan akal. Dengan mengetahui suasana dan proses penemuan ilmu yang trial and error maka diharapkan akan lahir ilmuwan-ilmuwan yang kreatif, itulah semangat dibalik buku ini. Tujuan buku ini tidaklah untuk dihafal data-datanya atau mengidolakan terhadap seorang ilmuwan.
Bumi ini dipahami sebagai pusat dari semua alam semesta (geosentris) bahkan pusatnya adalah manusia itu sendiri (antroposentris). Pendapat itu sudah diakui ribuan tahun bahkan dianggap sebagai kepercayaan oleh gereja. Bahkan Pada abad ke-9 islam dengan teori geosentrisnya menambahkan satu bola lagi diatas bintang-bintang atau diatas langit tingkat ketujuh yaitu Arasy atau Primum Mobile. Tanpa menyebut nama Allah, bola ini digambarkan sebagai Tangan (kekuasaan) Allah yang menggerakkan segalanya. Memang fisika dan segala cabangnya dahulu sangat terkait dengan agama atau kepercayaan sehingga kita tak perlu heran dengan adanya ilmu astrologi yang diakui oleh hampir semua bangsa dan agama.
Pada tahun 1543 terbit buku De Revolutionibus karya Copernicus yang merupakan tonggak awal revolusi demi revolusi dalam dunia fisika karena mampu mendobrak kemapanan berfikir masa itu bahkan ilmuwan-ilmuwan selanjutnya yang membawa estafet pemberontakan mengalami keadaan yang sangat memilukan seperti Galileo Galilei. Sejak saat itu alam yang dahulu penuh dengan keindahan dan mukjizat yang diterangkan filsafat dan agama menjadi semakin mekanis dan dapat dijelaskan dengan persamaan-persamaan yang sederhana. Pemberontakan itu membawa pengaruh bahwa kita dan bumi ini hanya debu kecil di tepian galaksi Bima Sakti (Milky Way) dan tak punya kelebihan yang mencolok, apalagi jika diliahat dari seluruh alam yang sampai saat ini belum diketahui tepinya maka galaksi ini hanya sekumpulan bintang yang sangat kecil. Hal inilah yang ditolak para filosof dan agamawan waktu itu bahkan sangat mungkin sampai sekarang. Alam yang mekanis dan matematis semakin kokoh di tangan Rene Descartes dengan fisafat mekanisnya dan puncaknya diduduki oleh sang raja fisika klasik Sir Isaac Newton yang merumuskan bahwa alam ini terdiri atas partikel, gerakan dan gaya. 
Tapi bukanlah fisika jika tak ada revolusi dan pemberontakan yang mengoreksi teori yang sudah mapan. Perdebatan demi perdebatan diceritakan sangat mencengangkan dalam buku ini. Bagaimana para ilmuwa mempercayai adanya eter untuk menjelaskan hakikat cahaya yang kemudian pertentangan dalam listrik dan magnet, dan tak ada seorang ilmuwanpun yang mampu memprediksikan ternyata listrik magnet mampu menjelaskan hakikat cahaya dan membuang teori eter. Pemberontakan terus dilakukan untuk menjelajahi kebenaran demi kebenaran alam sampai Einstein menggugat Newton yang mekanis. Dan sampai detik ini gugatan-gugatan seperti itu sangat ditunggu dari kalangan pemuda Indonesia, apakah pemuda Indonesia mampu?
Fisika membawa kita pada perjalanan dari yang serba gaib keranah mekanis dan sekarang menuju ke gerbang relativistik yang jauh lebih gaib. Tidak selamanya damai bahkan sejak zaman newton sudah dituntut sudut yang paling pas agar menghasilkan lemparan meriam terjauh. Hiroshima dan Nagasaki adalah contoh nyata betapa ilmu ini indah disatu sisi tetapi juga dapat sangat mematikan.
Kekurangan dari buku ini menurut kalangan fisika kurang jelas karena sangat sedikit persamaan matematik sadang dari kalangan non fisika dan matematika terlalu berputar-putar pada permasalahan yang sama. Akan tetapi buku ini sangat tepat untuk dibaca agar kita semakin tahu apa yang sudah dikerjakan oleh pendahulu-pendahulu kita sehingga kita mampu berterima kasih dan mampu menempatkan diri dimana kita sekarang berada dan bekerja keras agar mampu memberontak terhadap kemapanan agar kebenaran semakin dekat. Siap?












Erwin Arsadani Masruro
Pendidikan Fisika `08

Tidak ada komentar:

Posting Komentar