Pages

Rabu, 16 November 2011

TEORI HUKUM ISLAM DI INDONESIA


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebebasan beragama merupakan salah satu hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia di dunia dalam rangka mencari Tuhannya. Kebebasan beragama ini memiliki empat aspek, yaitu (a) kebebasan nurani (freedom of conscience), (b) kebebasan mengekspresikan keyakinan agama (freedom of religious expression), (c) kebebasan melakukan perkumpulan keagamaan (freedom of religious association), dan (d) Kebebasan melembagakan keyakinan keagamaan (freedom of religious institution)
Kebebasan dan toleransi merupakan dua hal yang sering kali dipertentangkan dalam kehidupan manusia, secara khusus dalam komunitas yang beragam. Persoalan tersebut menjadi lebih pelik ketika dibicarakan dalam wilayah agama.
Kebebasan beragama dianggap sebagai sesuatu yang menghambat kerukunan (tidak adanya toleransi), karena dalam pelaksanaan kebebasan, mustahil seseorang tidak menyentuh kenyamanan orang lain. Akibatnya, pelaksanaan kebebasan menghambat jalannya kerukunan antarumat beragama.
Demikian juga sebaliknya upaya untuk merukunkan umat beragam agama dengan menekankan toleransi sering kali dicurigai sebagai usaha untuk membatasi hak kebebasan orang lain. Toleransi dianggap sebagai alat pasung kebebasan beragama.
Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antarumat beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antarumat beragama.
Demikian juga sebaliknya, toleransi antarumat beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Keduanya tidak dapat diabaikan. Namun yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya, yaitu penekanan kebebasan yang mengabaikan toleransi, dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan. Untuk dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman yang benar mengenai kebebasan bergama dan toleransi antarumat beragama merupakan sesuatu yang penting.
Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak yang melekat pada manusia karena ia adalah manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya. Negara pun tidak berhak merampas hak tersebut dari setiap individu. Pengakuan hak kebebasan beragama yang melekat dalam setiap individu tersebut dinyatakan dengan gamblang dalam deklarasi universal HAM Pasal 1 dan 18.
Toleransi yang berasal dari kata “toleran” itu sendiri berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya. Selanjutnya, kata “toleransi” juga berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan (Kamus Umum Bahasa Indonesia).
Jadi, dalam hubungannya dengan agama dan kepercayaan, toleransi berarti menghargai, membiarkan, membolehkan kepercayaan, agama yang berbeda itu tetap ada, walaupun berbeda dengan agama dan kepercayaan seseorang. Toleransi tidak berarti bahwa seseorang harus melepaskan kepercayaannya atau ajaran agamanya karena berbeda dengan yang lain, tetapi mengizinkan perbedaan itu tetap ada.
Toleransi menjadi jalan terciptanya kebebasan beragama, apabila kata tersebut diterapkan pada orang pertama kepada orang kedua, ketiga dan seterusnya. Artinya, pada waktu seseorang ingin menggunakan hak kebebasannya, ia harus terlebih dulu bertanya pada diri sendiri, “Apakah saya telah melaksanakan kewajiban untuk menghormati kebebasan orang lain?” Dengan demikian, setiap orang akan melaksanakan kebebasannya dengan bertanggung jawab. Agama-agama akan semakin moderat jika mampu mempersandingkan kebebasan dan toleransi. Kebebasan merupakan hak setiap individu dan kelompok yang harus dijaga dan dihormati, sedang toleransi adalah kewajiban agama-agama dalam hidup bersama.
Sikap agama yang lebih moderat, tidak hanya dituntut ada dalam agama Islam, tetapi pada semua agama yang ada di Indonesia. Agama-agama harus menyadari bahwa dunia semakin heterogen. Jadi tidak mungkin lagi untuk memimpikan kehidupan beragama yang homogen. Diskriminasi yang dialami oleh agama-agama tidak perlu menimbulkan semangat balas dendam, karena biasanya diskriminasi agama tidak berasal dari agama itu sendiri, melainkan dipengaruhi faktor lain.
Agama dalam pelaksanaan misinya tidak boleh lagi bersikap tidak peduli dengan agama-agama lain. Kemajauan suatu agama tidak boleh membunuh kehidupan agama-agama yang ada di Indonesi
Toleransi dan kerukunan hidup umat beragam antara Islam dan non Islam, telah diperaktekan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya, pada waktu itu rasulullah memimpin negara Madinah, beliau sebagai kepala negara dari komunitas negaranya, terdiri atas penganut Islam, Yahudi dan Nasroni beliau memimpin masyarkat majemuk.
Dengan shahifah (piagam madinah) sebagai konstitusinya yang oleh sementara pengamat disebut sebagai the first written constitution in the world. Piagam madinah memuat pokok-pokok kesepakatan.
(1) Semua umat Islam, walaupun berasal dari banyak suku merupakan satu komunitas
(2) Hubungan antara komunitas Islam dengan non Islam didasarkan atas prinsip-prinsip bertetangga baik. Saling membantu dan saling menghadapi musuh bersama. Membela mereka yang teraniyaya saling menasehati, menghormati, kebebasan beragama, kedua ke Abbesinin (Ethiopia) ketiga perlakuan adil terhadap non nISlam di pengadilan pada waktu dia berhadapn dengan Ali bin Abi Tholib (kepala negara waktu itu) dan Ali bin Abi Thalib di kalahkan. Keempat kerukunan hidup umat beragama pernah di peraktekan oleh ISLam, Yahudi dan Nasrani di Spanyol, sebagaimana di ungkapkan oleh Nurcholis Majid (1994:36) mengutip ungkapan Max Dimont bahwa selama 500 tahun dibawah pemerintahan Islam membuat Spanyol untuk tiga agama dan satu tempat tidur Islam, Kristen dan Yahudi hidup rukun bersama-sama menyertai perbedaan yang genting.

PEMBAHASAN
Istilah “Hukum Islam” merupakan istilah khas Indonesia yang agaknya diterjemahkan secara harfiah dari term Islamic Law dari literatur Barat. adapun defenisi dari hukum Islam itu sendiri setidaknya ada dua pendapat yang berbeda di kalangan ulama dan ahli hukum Islam di Indonesia. Menurut Hasbi ash-Shiddieqy, hukum Islam adalah “Koleksi daya upaya fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat”.
Sementara Amir Syarifuddin memberikan penjelasan bahwa apabila kata hukum dihubungkan dengan Islam, maka hukum Islam berarti “Seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.
Perbedaan kedua defenisi di atas sesungguhnya dapat dipahami bahwa perbedaan itu terletak pada cakupan yang dilingkupinya. Pendapat yang pertama membatasi pengertian hukum Islam kepada makna fiqh, sedangkan pengertian yang kedua membatasi pada makna Syari’ah atau hukum syara’
Menurut Ensiklopedia Hukum Islam, Hukum Islam adalah: “kaidah, asas prinsip atau aturan yang digunakan untuk mengendalikan masyarakat Islam, baik berupa al-Qur’an, Hadis Nabi saw, pendapat sahabat dan tabi’in, maupun pendapat yang berkembang disuatu masa dalam kehidupan umat Islam”
Berdasarkan uraian diatas, jelaslah kalau ada yang mengatakan hukum Islam itu tidak bisa berubah dan tetap, maka yang dimaksudkan dengan kata hukum Islam adalah bermakna syari’ah. Demikian juga, jika dikatakan hukum Islam itu bisa berubah dan dapat dikonstektualisasikan sesuai dengan perkembangan dan perubahan zaman, maka itu adalah hukum Islam yang bermakna fiqh, sebagai hasil ijitihad dan interpretasi manusia terhadap ajaran syari’ah yang kebenarannya bersifat relatif.
Dalam hal ini , haruslah jelas batasan-batasan antara hukum Islam, syari’ah, dan figh, sehingga tidak terjadi kesalahan dan kekacauan presepsi baik pada kalangan ulama dan lingkungan pendidikan maupun pada masyarakat awam. dengan demikian tidak terjadi kerancauan pemahaman dan pengamalan dalam beragama.
Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan Hukum Islam, maka ada beberapa alasan yang menyebabkan hukum Islam tetap eksis, dan dipertahankan dalam belantara hukum di Indonesia:
1.      Alasan sejarah, hal ini dapat kita lihat pada perkembangan. Teori receptio in complexu;Teori receptie; Teori Teori receptio exit; Teori receptio a contrario; dan Teorieksistensi.
2.      Alasan penduduk, penduduk Indonesia sekitar 88 persen beragama Islam, haruslah menjadi bahan pertimbangan dan salah satu acuan bagi pembuatan hukum yang berlaku di Indonesia.
3.      Alasan yuridis, Hukum Islam di Indonesia berlaku
a.    secara normatif, dimana hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti pelaksanaan ibadah salat, puasa, zakat, dan haji. dan
b.    formal yuridis. Adalah bagian hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya dan benda dalam masyarakat. Dalam hal ini hukum Islam telah menjadi hukum positif berdasarkan undang-undang yang dikeluarkan pemerintah.
4.      Alasan konstitusional.
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kedudukan penting bagi agama. Hal ini membuka peluang bagi pengembangan hukum yang bersumber dari agama. terutama sila pertama Pancasila dan UUD 1945
5.      Alasan ilmiah.
Hukum Islam sebagai ilmu, sudah lama menjadi kajian ilmiah baik dari orang-orang Islam sendiri maupun dari orang-orang non muslim.
Dengan demikian di Indonesia khusus dalam bidang hukum terdapat rasa optimisme dikalangan pakar hukum, bahwa dimasa yang akan datang hukum Islam akan mendominasi hukum Nasiolnal. Baharuddin Lopa misalnya, menyatakan bahwa peradilan di Indonesia dimasa depan akan banyak berdasarkan ajaran-ajaran Islam.
Pernyataan ini perlu segera kita kritisi lebih jauh, yakni dengan melihat secara obyektif keberadaan hukum Islam dewasa ini, dimana letak kekuatannya dan, sejauh mana peluang dan setelah itu prospek hukum Islam secara lebih akurat bisa digambarkan.

Perjalanan Hukum Islam Di Indonesia
Ada beberapa hal yang menjadi kekuatan hukum Islam antara lain:
a.       Karakter hukum Islam yang universal dan fleksibel serta memiliki dinamika yang sangat tinggi, karena ia memiliki dua dimensi, tsubut (konsistensi) dan tatawwur (transformasi) yang memungkunkan hukum Islam selalu relevan dengan perubahan spesial dan temporal yang selalu terjadi.
b.      Sebagai hukum yang bersumber pada agama, hukum Islam memiliki daya ikat yang kuat, tidak terbatas sebagai aturan yang berdimensi profanhumanistik, akan tetapi juga berdimensi trasdental
c.       Hukum Islam didukung oleh mayoritas pendudduk Indonesia yang beragama Islam
d.      Secara historis dan sosiologis hukum Islam telah mengakar dalam praktek kehidupan masyarakat.

Setelah lahirnya Undang-Undang yang berhubungan erat dengan nasib legislasi hukum Islam, kemudian lahir beberapa kebijakan yang mengarah kearah tersebut yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sebuah lembaga peradilan yang khusus diperuntukkan bagi umat Islam. Hal ini mempunyai nilai strategis, sebab keberadaannya telah membuka kran lahirnya peraturan-peraturan baru sebagai pendukung (subtansi hukumnya).
b. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 yang berisi tentang sosialisasi Kompilasi Hukum Islam (KHI). Terlepas dari pro dan kontra keberadaan KHI nantinya diproyeksikan sebagai Undang-Undang resmi negara (hukum materiil) yang digunakan di lingkungan Pengadilan Agama sebagai hukum terapan. Perkembangan terakhir, sebagai tuntutan reformasi di bidang hukum khususnya lembaga peradilan dimulai dengan
c. Diamandemennya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 yang kini kembali direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama juga mengikuti jejak, yakni diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Untuk lebih jelas melihat bagaiana keberadaan hukumislam di Indonesia, berikut akan diuraikan tentang teroi-teori yag berkaitan dengan keberadaan dan peberlakuan hokum islam di Indonesia:
a.    Teori receptio In Complexu
Terori receptie in Copmlexu yaitu Bagi tiap penduduk berlaku hukum agamanya masing-masing. Dikemukakan oleh Lodewijke Willwm Christian van den Berg pada tahun 1884 menulis buku dengan nama Muhammadagch recht (Asas-Asas Hukum Islam) Menunjukkan bahwa setiap hukum yang bukan dari hukum Islam dapat diberlakukan apabila sesuai dengan hukum Islam. Seperti halnya dalam kaidah fikih disebutkan bahwa adat yang berulang-berulang dilakukakan yang tidak bertentangan dengan hukum Islam dijadikan sebagai hukum (al adat al muhkamat). Teori ini digunakan untuk mengukur seberapa besar norma-norma hukum ekonomi konvensiaonal dapat diredupsi sebagai norma hukum Islam.
b.    Teori Receptie,
Teori receptiei dikemukakan oleh Chritian Snouck Hoergronje sebagai bantahan atas teori receptie in Complexu. Hukum islam tidak otomatis berlaku bagi orang islam. Hukum islam berlaku bagi orang islam kalau ia sudah diterima atau telah menjadi      hukum adat mereka
 Menurut penganut teori recptie bahwa hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat. Di dalam hukum adat sedikit terdapat pengaruh hukum Islam, dan pengaruh hukum Islam itu, baru mempunyai kekuatan kalu sudah diterima oleh hukum adat dan dia lahirlah sebagai hukum adat dan bukan sebagai hukum Islam. Teori ini bertolak dari teori positivis, digunakan untuk mengukur seberap besar animo masyararakat yang menggunakan sistem ekonomi syariah menyelesaikan sengketanya melalu jalur Pengadilan Agama.
Dua teori diatas berlaku sebelum indonesia merdek, dan tiga teori terakhir muncul setelah iindonesia merdeka
c.    Teori Receptie Exit
Pemahamanny adalah Pemberlakuan huku islam tidak harus didasarkn ato ada tergantungn pada hokum  adat.Penegasan UU No.1/1974 yg memberlakukn hk islam bg org islam
d.    Teori Receptio A Coontrario
Hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum islam.
e.    Teori Eksistensi
Keberadan hukum islam dalam tata hukum nasional merupakn suatu kenyataan yang tidak dapat dibantahkn. Bahkan hukum islam merupakan bahan utama hukum nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar